Kreditur yang memberikan pinjaman kepada Waskita terbesar adalah dari perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergabung dalam HIMBARA atau Himpunan Bank Milik Negara.
Mereka adalah PT Bank Negara Indoensia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Selain itu, ada juga sejumlah bank swasta yang tergabung dalam konsorsium.
"Mudah-mudahan pada bulan Maret aggreement sudah bisa di-signing," kata Destiawan.
Destiawan menambahkan, saat ini arus kas Waskita Karya mengalami defisit imbas total hutang perseroan yang mencapai Rp 80 triliun. Jumlah utang ini tercatat hingga akhir 2022.
Jika MRA bisa terlaksana, maka Waskita Karya memiliki dana untuk membiayai pembangunan sejumlah proyek jalan tol yang ditargetkan selesai tahun ini.
Awal masalah menumpuknya utang perseroan adalah agresitas perseroan membangun sejumlah ruas tol yang merupakan penugasan dari pemerintah. Dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun, Waskita membangun tol sepanjang 1.083 kilometer pada 19 konsesi ruas tol.
Untuk membangun ruas tol sepanjang itu, Waskita Karya membutuhkan pendanaan senilai Rp 180 triliun. Dalam mendanai proyek-proyek tersebut, sebagian besar berasal dari pinjaman jangka pendek.
Sementara, pembangunan proyek jalan tol merupakan investasi jangka pajang. Paling cepat pengembalian atas investasi pada proyek jalan tol ini terealisasi adalah lima tahun. Ini hanya untuk proyeksi tol di sekitar Jabodetabek.
Posisi keuangan yang seperti ini, membuat Waskita Karya sulit untuk mengejar target nilai kontrak baru.
(hps/wep)