Logo Bloomberg Technoz

Vision Pro adalah program baru sejak Apple terus memperbaharui produk-produk lamanya, dan terakhir merilis kategori ini pada 2015. Vision Pro memadukan realitas virtual dan augmented reality, janji CEO Tim Cook.

Pengunjung mencoba Vision Pro dari Apple. (Dok: Bloomberg)

Meski pangsa pasar produk ini masih kecil, dengan mengusung teknologi baru Vision Pro diharapkan akan membesar. Terlebih kekuatan pemasaran Apple yang selama ini terbukti mampu mengubah pola pengguna perangkat.

Cook yakin bahwa pelanggan Apple akan mendapatkan pengalaman baru, yang ia sebut sebagai “cara ajaib Anda mengendalikannya.” Vision Pro mengandalkan gerakan mata dan gerakan tangan untuk menavigasi dan merupakan pengalaman yang imersif.

Meski begitu, Cook membandingkan debut Vision Pro dengan kelahiran perangkat ikonik Apple lainnya, termasuk Mac, iPod, dan iPhone, dengan mengatakan bahwa perangkat ini  “bergabung dengan jajaran produk terobosan.”

“Apple Vision Pro menyatukan ribuan inovasi untuk menciptakan produk yang belum pernah ada di dunia,” ujarnya dalam sebuah memo kepada para staf setelah peluncuran. 

“Ini adalah pencapaian yang luar biasa, dan seperti yang bisa dibuktikan oleh banyak dari Anda, produk ini telah dibuat selama bertahun-tahun.”

Vision Pro memiliki proses penjualan yang lebih rumit daripada produk Apple sebelumnya. Proses ini mencakup demo produk selama 20 hingga 25 menit yang menampilkan video 3D dan aplikasi dalam realitas campuran.

Pada sebagian toko Apple menyiapkan tempat khusus pengaturan berupa  tempat duduk melingkar dan karpet untuk memberikan kesan ruang tamu bagi para penguji.

Peluncuran ini dilakukan setelah laporan pendapatan yang beragam dari Apple pada hari Kamis. Meskipun penjualan iPhone lebih baik daripada yang diantisipasi pada kuartal terakhir, perusahaan ini mengalami kesulitan di China.

Apple mengatakan penjualan di China turun 13% menjadi US$20,8 miliar (Rp327 triliun) di kuartal fiskal pertama, yang berakhir pada 30 Desember. Ini jauh di bawah US$23,5 miliar (Rp369 triliun) yang diprediksi oleh analis dan merupakan kuartal Desember terlemah Apple di negara Asia tersebut sejak periode pertama tahun 2020.

Pengunjung mencoba Vision Pro dari Apple. (Dok: Bloomberg)

“Kami tidak senang dengan penurunan tersebut, tetapi kami tahu China adalah pasar yang paling kompetitif di dunia,”  kata Chief Financial Officer Luca Maestri. Ia  memperingatkan bahwa pertumbuhan penjualan Apple mungkin tidak bertahan.

Menurutnya, kuartal saat ini akan memiliki perbandingan yang sulit dengan periode tahun sebelumnya, ketika permintaan yang tertahan untuk iPhone menambahkan hampir US$5 miliar ke penjualan.

Pada saat itu, Apple sedang pulih dari kendala rantai pasokan yang dipicu oleh lockdown Covid di China, dan konsumen berebut untuk membeli iPhone. “Ketika kami menghilangkan dampak ini dari pendapatan tahun lalu, kami mengharapkan total pendapatan perusahaan kami dan pendapatan iPhone pada kuartal Maret untuk serupa dengan tahun lalu,”  kata Maestri.

Maestri juga mengisyaratkan bahwa penjualan pada kuartal ini tidak akan sekuat yang diperkirakan oleh beberapa analis. Untuk saat ini, Vision Pro tidak akan menjadi pendorong penjualan yang besar.

Pengirimannya akan diukur dalam ratusan ribu tahun ini, dibandingkan dengan ratusan juta untuk iPhone, namun tetap menjadikan Apple sebagai pemain terbesar di pasar realitas campuran. 

Meski demikian rilis Vision Pro jauh dari gempita, tak seperti iPhone yang baru diperkenalkan tahun 2007 saat seluruh pelanggan antre di sepanjang toko-toko Apple, dari New York hingga San Francisco. Sebagian kecil pelanggan  membeli, sisanya sekadar mencoba Vision Pro.

“Alat ini bekerja seperti cara kerja pikiran,” katanya kepada Caroline Hyde dari Bloomberg Television. “Orang-orang memakainya dan mereka langsung tahu cara menggunakannya.”

- Dengan asistensi Mark Gurman dan  Caroline Hyde.

(ros/wep)

No more pages