Selama ini, dengan anggaran wajib sekalipun, pemerataan layanan kesehatan masih jauh dari harapan. Masih ada 58 dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia yang proporsi anggaran kesehatannya di bawah 10% pada 2021, dengan distribusi alokasi yang timpang, menurut catatan CISDI. Penghapusan anggaran wajib ditakutkan menurunkan kualitas layanan kesehatan oleh rumah sakit daerah dan ujung-ujungnya masyarakat juga yang dirugikan.
“Prioritas pembangunan kesehatan nasional sulit terlaksana di daerah karena dalih keterbatasan anggaran. Sektor kesehatan kerap tidak menjadi prioritas dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Hilangnya mandatori belanja anggaran kesehatan membuat tidak ada jaminan atau komitmen perbaikan untuk menguatkan sistem kesehatan di tingkat pusat maupun daerah,” kata Founder dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives Diah Satyani Saminarsih dalam keterangan resmi, Rabu (12/7/2023).
Pada 2023, anggaran belanja pemerintah pusat dalam kesehatan sebesar Rp96,6 triliun (4,3%). Padahal, dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, Pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sekurang-kurangnya 5% dari APBN. Sejak tahun 2018-2021, realisasi anggaran kesehatan tumbuh rata-rata 41,9% per tahun.
Sementara, Anggaran Kesehatan dalam APBN tahun 2023 adalah Rp178,7 triliun yang utamanya dialokasikan Pemerintah melalui Belanja Pusat (Kementerian Kesehatan, BPOM, BKKBN, Kementerian Pertahanan, dan Polri, serta Belanja Non kementerian/lembaga) dan melalui Transfer ke Daerah (TKD).
Hingga 31 Oktober 2023, total realisasi belanja pemerintah pusat (BPP) adalah Rp1,572,2 triliun atau 70% dari pagu. Realisasi Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) Rp38,6 triliun. Dengan rincian, Rp3,9 triliun per bulan untuk 96,4 juta peserta.
(dov/frg)