Awal tahun 2024, Kim meningkatkan provokasi saat menyerukan berakhirnya konsep reunifikasi damai dengan Korea Selatan. Setelahnya, Korut menembakkan amunisi di dekat Pulau Yeonpyeong.
Perairan di dekat pulau Korsel telah menjadi lokasi konflik antara kedua negara Korea tersebut. Salah satunya pada 2010, ketika Korsel mengatakan Korut telah menembakkan torpedo pada salah satu kapal perangnya di selatan garis pantai, yang menewaskan 46 pelaut.
Kim tidak menunjukkan keinginan untuk kembali ke pembicaraan terkait pelucutan senjata nuklir yang telah lama terhenti. Dia justru memamerkan serangkaian senjata baru yang dirancang untuk menyerang AS dan sekutunya di Asia.
Hal ini menyebabkan adanya spekulasi bahwa Kim telah mengubah sikapnya dan bersiap untuk berperang. Presiden AS Joe Biden telah memperingatkan Kim bahwa rezimnya akan berakhir jika mencoba meluncurkan serangan nuklir.
Angkatan Laut Korut sebagian besar terdiri dari kapal perang kecil dan kapal selam untuk pertahanan pesisir. Menurut agen mata-mata Korsel pada September, seperti dilaporkan Yonhap, Rusia sedang berupaya untuk melatih militernya bersama dengan Kim setelah kedua negara meningkatkan kerja sama.
Dalam kesaksian di depan komite Angkatan Bersenjata Senat AS, Laksamana Samuel Paparo mengatakan hubungan antara Rusia dan Korut menjadi saling membutuhkan. Kim menerima bantuan dari Moskow dengan imbalan pengiriman amunisi kepada Presiden Vladimir Putin untuk perangnya di Ukraina.
"Mereka menutup celah bagi masing-masing pihak, menyediakan senjata konvensional ke Rusia dari industri Korut, menyediakan bahan-bahan yang dapat menghindari sanksi dan teknologi canggih ke Korut," ungkap Paparo pada sidang untuk penunjukan kembali dirinya sebagai komandan Komando Indo-Pasifik AS.
(bbn)