"Akibatnya, banyak emiten dengan fundamental buruk, size kecil, dan prospek yang suram masuk dalam pemantauan khusus," kata Budi, dikutip Jumat (2/2/2024).
Alasan lainnya, kata Budi, terlalu banyak kriteria yang dibuat BEI untuk emiten yang masuk dalam pemantauan khusus seperti laporan keuangan hingga opini audit bukan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Padahal, kriteria yang terpenting di antaranya seperti ekuitas negatif dan tidak ada penjualan.
Budi menambahkan, OJK dan BEI juga kurang melakukan penindakan terhadap banyaknya emiten yang tidak memenuhi free float. Oleh karena itu, Budi mengimbau investor khususnya ritel perlu belajar dan antusias membaca laporan keuangan serta prospektus dengan lebih seksama.
Sementara itu, Mantan Direktur Utama Bursa Efek Jakarta Hasan Zein Mahmud mengatakan, ratusan emiten tercatat sudah dipublikasikan BEI masuk pemantauan khusus. Tanpa berkomentar lebih jauh, dia menilai data-data tersebut sudah bisa diartikan oleh masing-masing pelaku pasar.
“Biar saja fakta itu bicara,” imbuh Zein.
11 Kriteria Papan Pemantauan Khusus
Berdasarkan pemantauan BEI, hingga 30 Januari 2024 terdapat 78 perusahaan tercatat yang belum memenuhi persyaratan ketentuan free float dan/atau jumlah pemegang saham. BEI memasukkan perusahaan tercatat tersebut ke papan pemantauan khusus sejak 31 Januari 2024.
Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, dari 78 perusahaan tercatat telah dimasukkan ke papan pemantauan khusus tersebut, 31 perusahaan merupakan emiten penghuni baru dalam papan pemantauan khusus tersebut. Adapun 47 emiten lainnya telah lebih dahulu masuk ke papan pemantauan khusus.
“Kriteria lain dimaksud diatur dalam Peraturan Bursa Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus,” kata Nyoman.
Nyoman menambahkan, terdapat 11 kriteria yang dapat menyebabkan perusahaan tercatat masuk ke dalam papan pemantauan khusus. Kriteria tersebut tidak hanya terkait dengan pemenuhan peraturan Bursa saja, namun ada kriteria lainnya seperti di antaranya likuiditas, opini laporan keuangan, performa keuangan, dan permasalahan hukum.
“Papan pemantauan khusus dikembangkan sebagai salah satu upaya peningkatan perlindungan terhadap investor. Diharapkan para pihak dapat mengetahui secara cepat mengenai kondisi dari perusahaan tercatat tersebut,” tutur Nyoman.
(mfd/dhf)