"Putusan MK, putusan yang proses pengambilan putusannya sarat intervensi potlik dan terbukti melanggar etika yang menyebabkan Ketua MK [saat itu] Anwar Usman diberhentikan," kata Fathul.
Kondisi demokrasi semakin buruk usai Jokowi mengumbar pernyataan haknya untuk berkampanye dan berpihak pada Pemilu 2024. Pernyataan di hadapan ratusan prajurit TNI tersebut semakin memicu ketidaknetralan institusi pemerintah dan kepresidenan untuk memenangkan salah satu paslon.
Belakangan, ujar Fathul, UII juga menyoroti kebijakan dan acara seremoni pembagian bantuan sosial (bansos) dan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat. Meski ini kebijakan DPR dan pemerintah, pembagiannya disebut kental dengan indikasi politik praktis yang diarahkan pada personalisasi dan penguatan dukungan pada capres dan cawapres tertentu.
Jokowi sendiri memang kerap mengeluarkan gimik politik yang menjadi dukungan kepada paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. "Mobilisasi aparatur negara untuk dukungan pada pasangan calon tertentu adalah melanggar hukum dan konstitusi," kata Fathul.
UII pun menyampaikan beberapa desakan jelang Pemilu 2024.
1. Mendesak Presiden Jokowi untuk kembali menjadi teladan pada etika dan praktek kewarganegaraan dengan tak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada paslon tertentu.
2. Mendesak Presiden Jokowi dan aparatur pemerintah berhenti menggunakan kekuasaan dan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk politisasi bansos dan BLT
3. Meminta DPR dan DPRD untuk aktif mengawasi dan memastikan negara dalam pelaksanaan Pemilu 2024
4. Meminta capres, cawapres, menteri, dan kepala daerah yang jadi tim sukses dan tim kampanye paslon untuk mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari konflik kepentingan yang merugikan bangsa dan negara.
5. Mengajak masyarakat Indonesia memastikan pemilu berjalan secara adil jujur dan aman.
(red/frg)
