World Steel Association (WSA) dalam proyeksi jangka pendek yang dikeluarkan pada Oktober 2023 memperkirakan konsumsi baja dunia pada 2024 akan tumbuh lebih lanjut sebesar 1,9% menjadi 1.849,1 juta ton.
WSA memberikan catatan bahwa konsumsi baja dunia akan bergantung pada perkembangan konsumsi baja China yang mencapai lebih dari 50% konsumsi baja global. Perekonomian China berada dalam fase transisi struktural yang dapat menambah volatilitas dan ketidakpastian lainnya terkait dengan konflik regional seperti yang terjadi di Rusia dan Ukraina, Israel dan Palestina, dan wilayah belahan dunia lainnya.
Hal ini dapat berkontribusi pada kenaikan harga minyak dan fragmentasi geo-ekonomi yang lebih lanjut, yang keduanya merupakan risiko penurunan konsumsi baja pada tahun ini.
Menurut WSA, prospek China pada 2024 masih belum pasti, tergantung pada arah kebijakan untuk mengatasi kesulitan ekonomi saat ini.
Permintaan baja di China diproyeksikan akan beralih dari sektor properti yang sedang kesulitan menuju manufaktur dan energi terbarukan, sehingga produksi baja China akan sedikit mengalami penurunan menjadi di bawah 1 miliar ton, menurut proyeksi Fitch Rating.
Di lain sisi, beberapa analis pasar memperkirakan konsumsi baja China pada 2024 kemungkinan mengalami sedikit kenaikan dari tahun sebelumnya, sebesar 0,2% mencapai 944,6 juta ton. Adapun, SteelMint’s - salah satu institusi intelijen pasar - memproyeksikan pertumbuhan permintaan baja China pada 2024 akan mencapai 3%.
“Menurut SteelMint’s, dua sektor utama permintaan domestik China diperkirakan akan tumbuh positif, yaitu sektor industri dan investasi aset tetap. Sektor industri China diperkirakan akan mempertahankan tingkat pertumbuhan sebesar 4% atau lebih tinggi pada 2024. Kinerja sektor manufaktur peralatan, terutama peralatan berteknologi tinggi dengan konsumsi baja yang besar, akan tumbuh lebih cepat. Selain itu, Pemerintah China sedang menempuh kebijakan merangsang pembelian mobil, khususnya mobil listrik,” tulis laporan mereka.
Ekspor ke China
Bagi industri baja nasional, pertumbuhan pasar China memegang peranan penting, mengingat China merupakan pasar terbesar bagi produk baja nasional sekaligus sumber impor terbesar.
Sejak 2018, China merupakan tujuan utama ekspor produk baja nasional yang terus mengalami pertumbuhan, diikuti oleh Taiwan, India, Filipina dan Malaysia.
Sampai dengan Oktober 2023, mengikuti tren tahun-tahun sebelumnya, China tetap menjadi negara tujuan ekspor produk baja terbesar bagi Indonesia mencapai 8,1 juta ton, meningkat signifikan sebesar 20,2% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022.
Ekspor ke China ini mencapai 55% diikuti Taiwan 8%, India 5%, Vietnam 4%, Filipina 3% dan lainnya 25%.
Di sisi lain, Fitch Rating pada Desember 2023 menyampaikan pertumbuhan permintaan baja global akan terus berlanjut di sebagian besar wilayah dunia pada 2024 dengan konsumsi global meningkat sebesar 20—30 juta ton dibandingkan dengan 2023.
Pertumbuhan permintaan didorong oleh menguatnya pasar India dan Asia Tenggara, pemulihan yang kuat di Turki, dan pertumbuhan moderat di Eropa, Amerika Serikat, dan Brasil.
“Produsen baja nasional perlu mencermati perkembangan potensi pasar ekspor di luar China untuk dapat meningkatkan kinerja ekspor, seperti halnya Taiwan, India, dan negara-negara lainnya di kawasan ASEAN dan Uni Eropa,” tulis IISIA dalam laporan tersebut.
Sektor Pengguna Baja Nasional
Faktor kedua yang menentukan proyeksi pertumbuhan konsumsi baja nasional adalah pertumbuhan sektor pengguna baja nasional, yakni sektor infrastruktur, sektor properti dan sektor otomotif.
Pertama, sektor infrastruktur. Alokasi dana infrastruktur 2024 meningkat menjadi Rp423 triliun dari Rp392 triliun tahun atau naik sebesar 7,9%. Pendorong terkuat sektor konstruksi adalah proyek-proyek pemerintah yang pada gilirannya mampu memicu proyek-proyek lain di sekitarnya. Setidaknya terdapat 41 proyek prioritas strategis dengan total dana indikatif US$426 miliar hingga 2024.
Kedua, sektor properti. Meskipun 2024 merupakan tahun politik, beberapa ahli properti memperkirakan sektor properti akan tumbuh di kisaran 3%—5% year on year.
Hal ini terutama didukung kebijakan Pemerintah untuk memberikan Insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dalam pembelian properti. Selain itu, keringanan uang muka atau down payment (DP) atas properti dan promo penerapan suku bunga KPR subsidi yang ditawarkan para pengembang juga turut mendorong permintaan. Dukungan dari regulator moneter, Bank Indonesia, yang menahan suku bunga acuan di 6% menjadi faktor dukungan lain.
Di lain sisi, potensi pasar perumahan Indonesia masih besar. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2022 menunjukkan 16,01% rumah tangga masih belum memiliki rumah sendiri. Lebih lanjut, proyeksi BPS juga menunjukkan hingga 2045, rata-rata pertumbuhan rumah tangga mencapai sebesar 660.000 lebih per tahun dan mereka membutuhkan rumah
Ketiga, sektor otomotif. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memproyeksikan penjualan mobil baru pada 2024 akan mencapai sebesar 1,1 juta unit. Target tersebut naik dari proyeksi tahun 2023 yang sebesar 1,050 juta unit.
Gaikindo optimis dinamika tahun politik 2024 tidak akan mengganggu penjualan mobil secara nasional. Proyeksi ini didukung oleh adanya merek-merek dan model-model baru yang akan meramaikan pasar pada 2024, termasuk peningkatan penjualan mobil listrik.
(dov/wdh)