Berdasarkan survei tahun 2023 tahap I Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tingkat penetrasi internet sudah mencapai 78,19% atau setara dengan jumlah pengguna 215,62 juta. Nilai ini naik dari tahun sebelumnya di 77,02% atau setara 210,02 juta pengguna internet.
Masyarakat Indonesia juga masih mengandalkan paket data mobile untuk mengakses internet, sekitar 77,3%. Sedangkan pada urutan kedua 20,76% koneksi internet menggunakan jaringan wifi di rumah. Sisanya tersebar pemakaian wifi kantor, sekolah, dst (0,98%), dan wifi pada ruang publik 0,52%.
Koneksi internet juga mayoritas masih menggunakan metode pembelian voucher kuota (prabayar) sekitar 92,18% dengan periode langganan didominasi sistem bulanan, seperti terakam dalam survei APJII.
Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) dalam laporan sebelumnya menjelaskan internet cepat merupakan solusi dalam percepatan pemerataan jaringan. Ujungnya membuat koneksi internet dapat diandalkan.
Apjatel meyakini saat Indonesia ingin mewujudkan transformasi digital perlu ada regulasi yang komprehensif guna mendukung visi tersebut, termasuk terus membangun infrastruktur secara merata hingga pelosok.
Akar masalah lambatnya internet Indonesia sebelumnya telah disampaikan oleh Budi Arie, seperti tarif layanan yang terus turun. Data tarif efektif Mobile Broadband Direktorat Telekomunikasi Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika menunjukkan bahwa rata-rata tingkat penurunan setiap tahun selama periode 2017-2023 sebesar 17,72%.
Pada bagian lain biaya layanan menyedot 70%-106% raihan pendapatan pelaku usaha. “Sehingga kecil peluang bagi operator seluler untuk menurunkan lagi tarif mobile broadband seperti periode-sebelumnya. Penerapan tarif ke depan perlu mempertimbangkan capital expenditure untuk penggelaran 5G yang besarnya beberapa kali lipat dari Capex 4G,” terang Budi Arie.
(ros/wep)