Namun, berdasarkan Pasal 35, beleid itu juga mengamanatkan bahwa kapasitas penyimpanan karbon harus diprioritaskan kepada kebutuhan domestik dengan presentase 70%—30%, sesuai dengan kapasitasnya.
"Penyimpanan Karbon yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan oleh penghasil karbon yang melakukan investasi dan/atau terafiliasi dengan investasi di Indonesia," tulis ayat (4) pasal 35.
Selain itu, sejalan dengan mendukung pelaksanaan penyelenggaraan CCS ini, pemerintah juga bakal memberikan insentif fiskal dalam bentuk perpajakan maupun nonperpajakan, sesuai dengan ketentuan dalam kegiatan usaha hulu migas.
Pemberian itu dilakukan kepada industri atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yanag telah memiliki izin eksplorasi, transportasi, dan operasi penyimpanan karbon.
Imbal Jasa Penyimpanan
Berdasarkan Pasal 42, pemerintah juga menerapkan skema imbal jasa penyimpanan atau storage fee untuk memonetisasi penangkapan karbon tersebut.
"Pendapatan yang diperoleh Kontraktor dari hasil monetisasi dalam bentuk imbal jasa penyimpanan dan/atau bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberlakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perlakuan perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi."
Selain itu, storage fee tersebut juga akan dikenakan kewajiban penemrimaan negara bukan pajak (PNBP) atau royalti yang wajib dibayarkan ke pemerintah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran imbal jasa penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri."
(ibn/wdh)