"Saya rasa itu karena fentanyl," ungkap Marcos seperti yang diberitakan oleh AP. "Fentanyl adalah obat penghilang rasa sakit terkuat yang bisa Anda beli. Setelah lima, enam tahun pengaruhnya pasti masih ada. Itulah menurut saya yang terjadi."
Pernyataan Duterte dibuat setelah anggota DPR Filipina dilaporkan melakukan pembicaraan terkait amendemen konstitusi. Dia mengklaim tanpa memberikan bukti yang kuat bahwa para anggota parlemen yang mendukung Marcos, termasuk Ketua DPR Martin Romualdez, menyuap para pejabat lokal untuk mengamandemen konstitusi tahun 1987 guna menghapus batas masa jabatan agar Marcos bisa memperpanjang kekuasaan.
Romualdez, yang merupakan sepupu presiden saat ini, membantah klaim tersebut. Dia mengatakan ingin konstitusi tersebut diamandemen hanya untuk menghapus pembatasan-pembatasan terhadap investasi asing.
Marcos mengatakan dia terbuka untuk mengubah ketentuan-ketentuan ekonomi dalam konstitusi. Namun dia menentang perubahan ketentuan yang membatasi kepemilikan asing atas tanah dan industri-industri penting lain seperti media. Menurut undang-undang, seorang presiden di Filipina hanya bisa menjabat selama 6 tahun.
Sementara itu KPU, pada Senin, mengatakan mereka menangguhkan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya mengubah konstitusi yang membutuhkan persetujuan yang ditandatangani oleh sekitar 8 juta pemilih yang terdaftar secara nasional. Keputusan ini untuk sementara menggagalkan upaya merevisi konstitusi tersebut.
Konstitusi 1987, yang sarat dengan perlindungan untuk mencegah kediktatoran, mulai berlaku satu tahun setelah ayah Marcos digulingkan lewat pemberontakan yang didukung militer. Ferdinand Marcos kala itu dituding melakukan kekejaman atas hak asasi manusia selama pemerintahannya.
Pidato Duterte membuat publik semakin mempercayai rumor yang sudah beredar selama beberapa bulan belakangan terkait perpecahan politik dengan Marcos. Apalagi putri Duterte, Sara, merupakan wakil presiden Marcos setelah kemenangan telak mereka dalam pemilu 2022.
(del)