Bloomberg Technoz, Jakarta - Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte melemparkan berbagai tudingan miring kepada presiden saat ini, Ferdinand Marcos Jr. Bahkan menyerukan kemungkinan penggulingan dari jabatan.
Dalam pidato penuh makian yang disampaikan pada Minggu (28/1), dikutip dari Associated Press (AP), Duterte menuding sekutu legislatif Marcos berencana mengubah konstitusi untuk menghapus batasan masa jabatan presiden. Dia mengingatkan hal tersebut bisa berujung pada penggulingan terhadap Marcos seperti yang terjadi pada ayahnya.
Tak hanya itu, Duterte juga menuding Marcos sebagai pecandu narkoba.
Marcos pun menanggapi tudingan Duterte dengan tawa. Dalam komentarnya kepada wartawan sebelum terbang ke Vietnam untuk kunjungan kenegaraan, presiden Filipina tersebut mengatakan tidak akan menanggapi tudingan tersebut dengan serius. Dia justru balik menuding presiden pendahulunya memakai fentanyl.
Pada 2016, Duterte mengatakan pernah menggunakan fentanyl untuk meringankan rasa sakit yang disebabkan oleh luka-luka setelah kecelakaan motor. Namun pengacaranya, Salvador Panelo, mengatakan pada Senin (29/1) bahwa Duterte telah berhenti memakai fentanyl sebelum menjadi presiden pada 2016.
"Saya rasa itu karena fentanyl," ungkap Marcos seperti yang diberitakan oleh AP. "Fentanyl adalah obat penghilang rasa sakit terkuat yang bisa Anda beli. Setelah lima, enam tahun pengaruhnya pasti masih ada. Itulah menurut saya yang terjadi."
Pernyataan Duterte dibuat setelah anggota DPR Filipina dilaporkan melakukan pembicaraan terkait amendemen konstitusi. Dia mengklaim tanpa memberikan bukti yang kuat bahwa para anggota parlemen yang mendukung Marcos, termasuk Ketua DPR Martin Romualdez, menyuap para pejabat lokal untuk mengamandemen konstitusi tahun 1987 guna menghapus batas masa jabatan agar Marcos bisa memperpanjang kekuasaan.
Romualdez, yang merupakan sepupu presiden saat ini, membantah klaim tersebut. Dia mengatakan ingin konstitusi tersebut diamandemen hanya untuk menghapus pembatasan-pembatasan terhadap investasi asing.
Marcos mengatakan dia terbuka untuk mengubah ketentuan-ketentuan ekonomi dalam konstitusi. Namun dia menentang perubahan ketentuan yang membatasi kepemilikan asing atas tanah dan industri-industri penting lain seperti media. Menurut undang-undang, seorang presiden di Filipina hanya bisa menjabat selama 6 tahun.
Sementara itu KPU, pada Senin, mengatakan mereka menangguhkan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya mengubah konstitusi yang membutuhkan persetujuan yang ditandatangani oleh sekitar 8 juta pemilih yang terdaftar secara nasional. Keputusan ini untuk sementara menggagalkan upaya merevisi konstitusi tersebut.
Konstitusi 1987, yang sarat dengan perlindungan untuk mencegah kediktatoran, mulai berlaku satu tahun setelah ayah Marcos digulingkan lewat pemberontakan yang didukung militer. Ferdinand Marcos kala itu dituding melakukan kekejaman atas hak asasi manusia selama pemerintahannya.
Pidato Duterte membuat publik semakin mempercayai rumor yang sudah beredar selama beberapa bulan belakangan terkait perpecahan politik dengan Marcos. Apalagi putri Duterte, Sara, merupakan wakil presiden Marcos setelah kemenangan telak mereka dalam pemilu 2022.
(del)