Negara tersebut merupakan salah satu dari 23 negara yang telah melampaui titik kritis kendaraan listrik yang disebut "titik balik EV" yaitu 5% dari penjualan mobil baru yang ditenagai oleh listrik.
Laporan BNEF yang dirilis, Selasa menunjukkan, dunia menghabiskan US$634 miliar (Rp10.007 triliun) untuk kendaraan listrik pada tahun 2023, kenaikan 36% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal itu membuatnya menjadi sektor bersih terbesar, melampaui energi terbarukan.
Meskipun terjadi peningkatan cepat dalam adopsi kendaraan listrik, mobil bertenaga BBM masih menyumbang sebagian besar dari total penjualan. BNEF memproyeksikan bahwa dunia akan memiliki hampir 60 juta kendaraan listrik di jalan pada akhir tahun ini.
Namun, itu hanya mewakili sekitar 4% dari total armada kendaraan global, sebuah statistik yang menekankan tantangan yang dihadapi industri dalam menghilangkan karbon. Laporan BNEF baru menemukan bahwa investasi energi bersih secara keseluruhan masih jauh dari membawa dunia ke jalur mencapai net-zero.
Meskipun US$1,8 triliun (Rp28.411 triliun) mengalir ke dekarbonisasi pada tahun 2023, BNEF memproyeksikan bahwa dunia akan perlu berinvestasi lebih dari US$4,8 triliun (Rp75.763) dalam teknologi bersih setiap tahun antara 2024 dan 2030.
Menurut National Automobile Dealers Association, sebuah kelompok perdagangan industri, di AS, penjualan otomotif diproyeksikan tumbuh menjadi 15,9 juta kendaraan tahun ini, naik dari 15,5 juta pada tahun 2023. Sebagian besar penjualan tersebut akan menjadi kendaraan bermesin pembakaran internal. Cox Automotive memperkirakan penjualan Kendaraan Listrik di AS akan tumbuh, tetapi hanya hingga sekitar 10% dari total pengiriman.
(bbn)