Di antara risiko-risiko negatif yang disebutkan oleh IMF adalah lonjakan harga komoditas baru yang disebabkan oleh goncangan geopolitik dan gangguan pasokan global — seperti serangan oleh Houthi di Laut Merah atau konflik yang meluas di Timur Tengah — atau inflasi yang lebih tinggi yang mungkin memaksa bank sentral untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.
Perkiraan IMF mengasumsikan harga komoditas, termasuk bahan bakar, akan turun tahun ini dan tahun depan, dan bahwa suku bunga akan turun di negara-negara maju. Para ekonom IMF memperhitungkan, misalnya, bahwa Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Bank Sentral Eropa, dan Bank Sentral Inggri (Bank of England/BOE) akan mempertahankan suku bunga pada paruh pertama tahun ini sebelum secara bertahap menurunkannya saat inflasi melambat.
IMF mengatakan bahwa inflasi pada kuartal keempat lebih rendah dari yang diproyeksikan karena harga energi turun. Mereka memperkirakan perlambatan akan terus berlanjut hingga 2025, membawa inflasi global turun menjadi 4,4% dari 6,8%. Negara-negara maju diperkirakan mengalami disinflasi lebih cepat daripada negara-negara berkembang.
IMF menegaskan kembali peringatannya tentang kemungkinan fragmentasi perdagangan global menjadi blok-blok rival, memperkirakan pertumbuhan perdagangan dunia sebesar 3,3% pada 2024 dan 3,6% pada 2025, di bawah tingkat rata-rata historis sebesar 4,9%. Menurut IMF, negara-negara memberlakukan sekitar 3.000 pembatasan perdagangan baru tahun lalu, hampir tiga kali lipat jumlah pada 2019.
Untuk bank sentral, IMF mengatakan tantangannya adalah normalisasi kebijakan moneter dan "menghasilkan pendaratan yang mulus (smooth landing), tidak menurunkan suku bunga terlalu dini atau menunda penurunan terlalu lama."
IMF sedang mengamati kemungkinan eskalasi konflik di Timur Tengah dan "kami tetap waspada," kata Gourinchas. "Pada titik ini, dampak gangguan pasokan dan dampaknya terhadap inflasi secara keseluruhan relatif terbatas."
Untuk AS, IMF menaikkan ekspektasi pertumbuhan menjadi 2,1% dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,5%, berdasarkan belanja konsumen yang lebih tinggi dari perkiraan pada akhir tahun lalu. Angka tersebut masih merupakan perlambatan dari pertumbuhan 2,5% pada 2023 karena dampak tertundanya suku bunga The Fed yang tertinggi dalam dua dekade, pengetatan fiskal bertahap, dan pasar tenaga kerja yang melemah yang menghambat permintaan.
Perkiraan pertumbuhan zona euro dipangkas menjadi 0,9% dari sebelumnya sebesar 1,2%, mencerminkan hasil yang lebih lemah dari yang diharapkan pada 2023, yang sebagian besar disebabkan oleh dampak perang Ukraina. IMF memperkirakan konsumen Eropa meningkatkan pengeluaran seiring dengan meredanya dampak kenaikan harga energi.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi China untuk tahun ini direvisi naik menjadi 4,6%, dari 4,2%, mencerminkan pertumbuhan yang lebih kuat tahun lalu dan belanja pemerintah yang lebih tinggi untuk menangkal bencana alam. Ekonomi India diperkirakan menjadi yang tercepat berkembang di dunia pada 6,5%, naik dari perkiraan sebelumnya 6,3%.
Ekonomi Rusia diperkirakan akan tumbuh 2,6% tahun ini, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,1%. Sebagian mencerminkan belanja militer yang tinggi dan konsumsi swasta.
Argentina diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 2,8% tahun ini, dari estimasi sebelumnya sebesar 2,8% yang dibuat pada Oktober, sebelum pemilihan Presiden Javier Milei. IMF menyebutkan adanya "penyesuaian kebijakan yang signifikan" di bawah pemerintahan barunya, yang sejauh ini mencakup penghapusan subsidi dna pengendalian harga, devaluasi mata uang lebih dari setengahnya, dan mengusulkan rencana untuk menopang keuangan pemerintah.
(bbn)