Beberapa waktu terakhir, kata Perry, isu yang banyak menyetir pergerakan nilai tukar rupiah di antaranya adalah arah bunga Federal Reserve (The Fed) di mana sinyal terakhir menunjukkan The Fed sepertinya masih sabar tidak terburu menurunkan bunga. Ditambah lagi ada isu ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Laut China Selatan.
Berita-berita itu, kata Perry, memberikan tekanan nilai tukar sehingga BI menempuh tindakan intervensi ke pasar agar pergerakannya kembali stabil dan menguat sesuai fundamental.
"Caranya kami intervensi di pasar valas supaya stabil, juga ke [pasar] nondeliverable forward. Itulah tugas BI, kami selalu berada di pasar dan meningkatkan intervensi di pasar valas memastikan rupiah stabil menguat ke depan," jelas Perry panjang lebar.
Indeks dolar AS pada pekan lalu memang menguat sekitar 0,14%. Penguatan dolar itu menekan valuta yang menjadi lawannya termasuk rupiah. Akan tetapi, perlu digarisbawahi, pelemahan mata uang Asia lain rupanya tidak separah rupiah.
Sebagai perbandingan, pekan lalu baht melemah 0,28%, ringgit juga melemah 0,24%, kemudian peso 0,67%. Sedangkan won menguat 0,19% dan rupee menguat 0,05%. Pelemahan mata uang Asia pekan lalu masih terlihat jauh lebih baik ketimbang performa rupiah yang tergerus hingga 1,32% dalam sepekan.
(rui)