“Hasilnya, tim proyeksi cuaca mengantisipasi tingkat badai geomagnetik G1-Minor selama tiga hari ini, dengan tingkat badai yang lebih tinggi dab mungkin terjadi jika lebih banyak dampak langsung dan atau hubungan yang lebih kuat dengan garis medan magnet Bumi terjadi,” dilansir SWPC NOAA, Selasa (30/1/2024).
Sedangkan radiasi dari Matahari terpantau pada 29 Januari dengan muatan partikel yang dipercepat oleh proses di dekatnya. Partikel cukup banyak akan sampai di Bumi dalam jumlah cukup banyak, dan masuk kategori Badai Matahari yang jarang terjadi.
SWPC NOAA menyatakan publik tidak perlu mengkhawatirkan prakiraan Badai Matahari yang terjadi kemarin, usai pantauan degradasi dari wilayah kutub.
Badai Matahari diketahui mengandung listrik dan medan magnetik dan diprediksi banyak peneliti akan terasa sampai ke bumi. Kecepatan aliran muatan ini mencapai tiga juga mil per jam dan punya dampak efek pancaran semburan energi yang sangat besar dalam bentuk lidah api Matahari dan lontaran massa korona.
Kristian Solheim Thinn seorang peneliti di SINTEF Energy Research mengatakan bahwa dampak Badai Matahari tidak bisa dianggap main-main, seperti terganggunya asupan listrik dan jaringan seluler. Kita harus bersiap menghadapi kemungkinan terburuk dan melakukan tindakan pencegahan yang memadai,” tulis SINTEF.
“Jika terjadi Badai Matahari besar kita harus berharap jaringan distribusi kita tidak rusak parah atau bersiap dengan potensi kita kekurangan listrik,” jelas Thinn, yang juga menyarankan perlindungan paling baik atas fenomena ini dengan cara memadamkan listrik.
Solheim Thinn menjelaskan bahwa trafo yang ada didesain untuk arus bolak-balik. Jadi, ketika arus searah diinduksi secara geomagnetik selama Badai Matahari, fenomena ini mungkin mulai menghasilkan panas internal.
Hal ini mengakibatkan peningkatan reaktif, konsumsi daya yang mengganggu jaringan distribusi. Hal ini kemudian menyebabkan gangguan frekuensi tinggi yang dapat menyebabkan masalah pada sistem kontrol.
(wep)
