Direktorat Pelayanan Perizinan Berusaha Sektor Non Industri, Kementerian Investasi/BKPM Edy Junaedi mengatakan pasokan nikel Indonesia terdiri dari nikel kadar tinggi (saprolite) 3,5 miliar ton dan nikel kadar rendah (limonite) 1,5 miliar ton.
“Kalau kita 1 tahun 100 juta ton saja, berarti masih [pasokan nikel RI akan] durable 50 tahun ke depan,” ujar Edy.
Ke depan, dia mengatakan Indonesia tetap akan memanfaatkan cadangan tersebut baik untuk baterai EV atau baja dan sebagainya. Selain itu, produsen kendaraan listrik bakal menggunakan nikel atau LFP sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi kendaraan.
Ketika ditanya apakah pemerintah bakal melarang produsen EV di Indonesia untuk menggunakan LFP, Edy mengatakan Kementerian Perindustrian yang memiliki kewenangan untuk hal tersebut.
Dalam hal ini, Indonesia memiliki peta jalan menuju mobil EV nasional. Peta jalan itu dimulai dari Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor bijih atau ore nikel pada 2019. Pada 2020, Indonesia mempercepat pembangunan smelter.
Kemudian, Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 Tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan pada 2023.
Pada tahun yang sama, Indonesia juga menerbitkan Peraturan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pedoman dan Tata Kelola Pemberian Insentif Impor dan/atau Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Roda Empat dalam Rangka Percepatan Investasi.
Selain itu, terdapat penandatanganan divestasi antara PT. Aneka Tambang Tbk bersama dengan Hongkong CBL Limited terkait proyek ekosistem baterai EV pada Desember 2023.
Pada 2027, ditargetkan produksi mobil listrik secara keseluruhan berada di Indonesia dan pada 2030 penerapan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) 80% untuk seluruh komponen mobil EV nasional.
(dov/wdh)