Namun, kondisi itu turut menyebabkan RI sebagai salah satu musabab anjloknya harga nikel hingga 45% sepanjang 2023. Banjir pasokan nikel murah dari Indonesia juga dinilai akan mengancam dan mengganggu industri produk olahan nikel, seperti NPI dan FeNi itu. Bahkan, sejak awal tahun ini, harga juga nikel telah turun mendekati 4%.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya juga mengatakan kementeriannya tengah merundingkan isu moratorium smelter RKEF bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Terlebih, mayoritas perizinan pembangunan smelter RKEF tidak terintegrasi, yang menyebabkan tak terkendalinya proses pembangunan produk olahan nikel kelas II itu.
Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, saat ini di Indonesia sendiri terdapat 44 smelter RKEF yang mengolah nikel menjadi baja nirkarat melalui proses pirometalurgi.
Konsumsi bijih nikel untuk pirometalurgi dengan saprolite adalah sebesar 210 juta ton per tahun dan limonite sebesar 23,5 juta ton per tahun.
Pada tahap perencanaan ke arah pirometalurgi, terdapat 28 smelter dan 10 smelter untuk hidrometalurgi dengan kebutuhan masing-masing 130 juta ton per tahun dan 54 juta ton per tahun.
Desakan Pengusaha
Sebelumnya, Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Alexander Barus menyebut moratorium smelter nikel RKEF sudah sangat mendesak untuk direalisasikan.
Sebab, jumlah lini pengolahan bijih nikel di Indonesia sudah mencapai 140 unit yang dengan kemampuan produksi mencapai 130 juta ton per tahun. Angka tersebut tidak sebanding dengan volume produksi tahunan tambang bijih nikel yang tak lebih dari 100 juta ton.
“Investasi di smelter yang menghasilkan NPI dan FeNi sudah seharusnya dibatasi. Sekarang sudah 140 line dengan kapasitas produksi 130 juta metrik ton. Penambang mau dapat 100 juta metrik ton saja harus kerja keras,” katanya akhir Mei tahun lalu.
Alex juga mengatakan bahwa pemerinta mesti membatasi investasi smelter nikel berbasis RKEF, sejalan dengan menurunnya permintaan baja nirkarat. Hal tersebut terjadi akibat menurunnya pembangunan proyek perkantoran, perumahan, hingga infrastruktur di sejumlah negara karena pelemahan ekonomi global.
(ibn/wdh)