Menurut analis, pergerakan rupiah dalam jangka pendek memang masih akan konsolidasi setelah terpuruk pekan lalu dan memaksa bank sentral turun ke pasar mengintervensi agar tidak semakin jatuh menembus level Rp16.000/US$, kata Mitul Kotecha, analis Barclays seperti dikutip oleh Bloomberg News. BI mengintervensi pasar forward juga untuk mengimbangi tekanan jangka pendek yang memicu volatilitas tajam mata uang.
Rupiah telah kehilangan 1,32% pekan lalu akibat tekanan sentimen politik domestik dan ketidakpastian global. Kehilangan terburuk pekan lalu membawa rupiah merosot nilainya 2,7% sejak awal tahun. Pemodal asing mencatat arus modal keluar Rp3,2 triliun pekan lalu terutama dari pasar surat utang.
Pelaku pasar kini menghadapi perubahan sentimen pasca dirilisnya berbagai data ekonomi AS. Bila sebelumnya, pasar masih yakin Amerika akan mengalami soft landing, kini situasi itu berubah.
"Pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2023 yang lebih kuat dari konsensus disertai penurunan laju inflasi Desember di bawah ekspektasi, membuka kemungkinan skenario baru 'no landing' yang belum diantisipasi pasar sama sekali," jelas Lionel Prayadi, Fixed Income and Macro Strategist Mega Capital Sekuritas.
Kini pasar memperkirakan The Fed baru akan memulai penurunan bunga pada Mei, bergeser dari ekspektasi sebelumnya di bulan Maret.
(rui)