Jika diambil asumsi rata-rata tiket pesawat pulang-pergi (PP) seharga Rp 2 juta, artinya sudah keluar Rp 2 miliar dari kocek suporter Persija. Angka itu tentu belum dihitung dari mereka yang memilih sarana transportasi lain seperti bus, kereta dan kapal laut maupun kendaraan pribadi. Gambaran itu baru dari satu klub.
Dia mengatakan, biasanya untuk datang ke laga tandang maka Jakmania akan mengeluarkan uang secara sukarela untuk menanggung transportasi hingga akomodasi. Hal itu dilakukan sebagai wujud kecintaan kepada Persija.
"Sendiri-sendirilah. Jadi begini misalnya mereka mau berangkat naik bareng-bareng, tinggal dihitung operasionalnya untuk misal bus berapa," kata dia.
Konon, suporter dipercaya sebagai pemain ke-12 dalam sebuah kesebelasan. Dalam bahasa Diky, hubungan klub dan suporter bahkan lebih dari hubungan suami-istri. Kalau klub adalah suami, suporter bak istri yang selalu siap membantu kesuksesan suaminya.
Ia menyebutkan, dari sejumlah sumber pendapatan klub bola, suporter memberi sumbangsih yang besar. Sumber yang dirincinya yaitu dari penjualan tiket, sponsorship (pendapatan dari sponsor), broadcast (penyiaran) serta monetisasi dari produk digital. Hanya dari transfer pemain klub yang menurutnya suporter tidak ikut andil.
Jakmania kata dia, jelas selalu membeli tiket saat Persija main. Sementara dari penyiaran, mereka menonton dari stasiun televisi maupun penyiaran digital. Dari sponsorship kata dia, basis fan Jakmania yang sangat besar menjadi pertimbangan sponsor. Jakmania juga selalu mendorong anggotanya untuk membeli produk sponsor. Kemudian dari produk digital maka Jakmania akan menonton dan menyaksikan video Persija lewat berbagai platform media sosial.
"Semakin besar sponsornya semakin besar pula opportunity yang didapatkan dari transaksional revenue itu. Itu kita juga ajak ke teman-teman Jakmania untuk membeli produk-produk yang mensponsori Persija," kata Diky.
Ceruk pasar termasuk penonton sepak bola di Indonesia memang sangat besar. Basis suporter bola negara ini adalah keempat terbesar di dunia dan nomor 3 di Asia. Potensi pasar penggemar sepak bola maupun yang menyentuh market sepak bola bisa di angka 201.047.000 orang yang dikutip Bloomberg Technoz dari Paparan Publik Bali United tahun 2022. Di Asia, posisi ini hanya di bawah India dengan pasar 410.440.000 orang lalu teratas China 413.700.000. Bali United adalah satu-satunya klub olah raga yang tercatat di bursa saham nasional.
Menurut data GWI Sports Q4 pada 2020, 74% warga Indonesia mengakui bahwa sepak bola merupakan tontonan favorit mereka di televisi.
Di sisi lain, suporter Bali United yang sudah hadir sejak 2014-2015 juga menceritakan bagaimana para penggemar mendukung tim kesayangan mereka. Fery Ayub Wiyan Nugroho mengatakan, awalnya dia berbasis di Solo, Jawa Tengah, kemudian pindah bekerja di Bali sekitar 2010. Kegemarannya menonton pertandingan sepak bola tidak pernah luntur.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Bali United yang sebelumnya bernama Persisam Putra Samarinda pindah homebase ke Pulau Dewata. Ia pun terlibat di belakang layar membantu figur setempat untuk menghimpun lahirnya kelompok suporter bernama Semeton Dewata. Hal ini bahkan sudah dilakukan sebelum nama Bali United tersebut resmi diluncurkan pada 2015.
"Setelah ganti nama maka kita support kita datang saat itu masih belum banyak orang itu 2014-2015. Kita support jauh dari Denpasar ke Gianyar," kata Fery lewat sambungan telepon.
Tak hanya mendukung dalam pembelian tiket dan merchandise, fan Bali United, kata Fery, tak sedikit yang membeli lembaran saham klub tersebut saat masuk bursa. Termasuk dirinya ikut membeli saham klub bola ini. Diketahui Bali United mulai memperdagangkan sahamnya di bursa pada 2019.
Tercatat aset Bali United sebagaimana dalam paparan publiknya ada 5 divisi, yakni senior, U-20, U-18, U-16, tim sepak bola wanita. Kemudian Bali United Elite Pro Academy, ritel dan radio yakni kafe, Bali United FM, BUTV. Sementara followers dan subscribers-nya di media sosial berjumlah lebih dari 14 juta.
"Saya ikut beli saham," kata Fery yang mengaku selalu memantau pergerakan saham klub favoritnya.
Pria tersebut menceritakan, tak jauh berbeda dengan basis suporter klub bola lainnya, pembelian tiket itu menjadi hal yang hampir wajib. Bahkan di Bali sendiri kata dia, lantaran stadion bukan di Denpasar maka suporter juga harus mengeluarkan uang untuk menjangkau stadion pertandingan.
Tentu bujet itu di luar uang beli tiket yang harus mereka keluarkan. Kemudian saat laga tandang misalnya ke Jakarta maka pecinta Bali United akan patungan untuk membiayai perjalanan mereka. Sejauh ini, kelompok suporter memang tidak mencarikan sponsor namun sesama penggemar yang saling membantu.
"Kalau mencarikan sponsor enggak, kalau bantu teman ya. Yang penting mereka surat-surat (KTP) komplet. Kita tahu nih mereka ikut kita dan kita support kita saling info saja," kata Fery lagi.
Raja Viking
Lain lagi salah satu kelompok suporter tim Persib Bandung yakni Viking Persib Club yang menggambarkan dukungan mereka ke klub adalah kedekatan hati. Mereka tak segan-segan mengeluarkan uang untuk mendukung Persib, baik kala laga kandang (home) maupun laga tandang (away) karena menonton dan mendukung klub sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan.
"Ini kebutuhan," kata Ketua Umum atau Raja Viking Persib Club (VPC) Heru Joko.
Raja Viking adalah sebutan bagi pemimpin kelompok suporter ini. Dia bercerita, Bobotoh--julukan bagi penggemar Persib--tak akan segan-segan mengeluarkan uang alias fulus bahkan hingga jutaan rupiah dari dompet sendiri untuk mendukung Persib kala main di luar provinsi termasuk untuk membeli tiket pesawat.
"Bayar sendiri sukarela misal dari Bandung bisa Rp3 juta-Rp 5 juta," kata Heru saat menyinggung pergerakan suporter menonton Persib ke Kalimantan beberapa waktu lalu.
Suporter juga mendukung dengan membeli merchandise dan juga produk-produk sponsor yang menyokong Persib. Tak hanya di toko-toko konvensional di Bandung, pembelian merchandise juga dilakukan secara online. Heru Joko mengatakan pendukung Persib di Viking Club cukup besar jumlahnya, bisa sekitar 80 ribu.
"Yang pasti Persib harus di depan," imbuhnya.
Roda ekonomi di lingkaran luar pertandingan, alias periferi itu tak berhenti di alur suporter ke klub dan kompetisi. Acara-acara suporter bola juga membuat ekonomi bergerak termasuk ke ranah hiburan seperti musik. Pengaruh berikutnya antara lain pada grup-grup band yang diundang manggung di acara-acara kelompok suporter. Sebut saja salah satunya grup musik Freshcut. Drummer Freshcut Sani Yulianto yang kerap disapa Mochu mengatakan mereka memang bisa tampil hampir tiap pekan. Itu dalam satu musim kompetisi. Sementara pendapatan band kata dia dikelola dan dibagi oleh label rekaman mereka bernaung.
"Tiap weekend pasti ada manggung," kata Mochu.
Namun Mochu enggan menyebutkan tarif manggung Freshcut bila tampil di acara fanbase 'basis penggemar' klub bola.
"Skip," jawabnya singkat soal nominal uang itu.
Diketahui Freshcut merupakan band yang dikenal sebagai kelompok musik pendukung Persija. Bahkan pada 2021, band ini merilis album mini 'Main Cantik' untuk Persija. Selain itu salah satu lagu single band ini berjudul "Kami Bersama Persija". Meskipun demikian kata sang drummer, hingga saat ini di samping untuk manggung itu, tak ada kerja sama bisnis lainnya dengan Persija maupun dengan The Jakmania.
"So far belum ada kerja sama apa pun," tutupnya.
Perputaran uang di lingkungan periferi sepak bola hingga saat ini memang sebagian besar bak rahasia dapur. Namun belakangan fenomena influencer media sosial juga mulai bermunculan di kalangan suporter. Dengan memanfaatkan tingginya angka followers baik di Instagram atau TikTok, mereka akan mendulang uang termasuk ketika berhasil meng-endorse suatu produk. Angkanya selain menghitung hasil monetisasi di YouTube misalnya.
Kafe-kafe juga menikmati tetesan uang dari pertandingan sepak bola ketika menggelar nonton bareng para suporter. Ini semua makin menabalkan tentang gurihnya uang dari laga si kulit bundar yang merambah hingga berbagai lini.
(ezr/roy)