"Jadi tidak akan efektif sebenarnya kebijakan ini untuk menurunkan emisi. [Tapi kalau] untuk menaikkan pendapatan daerah, iya." imbuhnya.
Adapun, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas juga mengatakan kenaikan PBBKB tersebut dapat juga berpengaruh ke naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan hal itu disebabkan lantaran komponen penghitungan harga jual eceran BBM nonsubsidi yang mempertimbangkan PBBKB di setiap daerah.
"Karena pajak PBBKB itu komponen pembentuk harga jual eceran BBM nonsubsidi, maka jika dari 5% naik jadi 10% tentu ada dampaknya terhadap harga jual eceran BBM nonsubsidi," ujar Saleh saat dihubungi, Senin (29/1/2024).
Senada dengan Saleh, Nailul justru mengkhawatirkan harga BBM akan meningkat seiring dengan peningkatan PBBKB tersebut.
"Jika ini terjadi, maka siap-siap inflasi akan terkerek lagi menuju ke angka 4-5%. Jika tidak dinaikkan harganya, maka subsidi akan semakin membengkak karena menutupi kenaikan harga jual yang seharusnya meningkat."
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta resmi menaikkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) pada awal tahun ini, dari yang semula 5% menjadi 10%.
Kenaikan tersebut seiring dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang ditetapkan dan diundangkan sejak 5 Januari 2024.
Sebelumnya besaran PBBKB di Jakarta adalah sebesar 5%, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta No. 10/2010 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
(ibn/wdh)