Ia menambahkan bahwa kesepakatan perdata ini tidak hanya sebatas manfaat yang didapatkan lender dan borrower, tetapi juga risiko berupa keterlambatan pencairan dana atau bahkan dalam kasus tertentu gagal bayar.
“Semua risiko ditanggung oleh pemberi pinjaman, tidak ada otoritas negara yang bertanggung jawab atas risiko gagal bayar,” jelas Adrian sembari menambahkan bahwa informasi ini telah disampaikan di situs Investree.
Adrian menyarankan agar pemberi pinjaman yang belum memiliki pengetahuan tentang pinjaman online untuk tidak terlibat dalam proses tersebut. Penyedia platform P2P lending, termasuk Investree, disebutnya tidak bertanggung jawab atas risiko kredit atau gagal bayar.
“Informasi yang kami sampaikan di-disclosure disitu rasanya cukup clear, kita bilang layanan pinjam meminjam berbasis teknologi merupakan kesepakatan perdata yang dibuat antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman, sehingga segala risiko yang ditanggung oleh masing-masing. Itu esensinya,” papar dia, yang menegaskan perusahaannya bertindak sebagai 'comblang'.
Perusahaan hanya bisa menerima setiap pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian pinjaman yang terlambat lewat berbagai pendekatan, seperti proses litigasi dan penjualan aset. Dalam litigasi, Investree biasa memulai dari mengirimkan somasi pertama, dilanjutkan yang kedua. Saat respon dari penerima pinjaman tidak kunjung hadir, upaya lanjutan adalah melaporkan ke pihak berwajib.
Investree sempat dikeluhkan banyak lender atau pemberi dana akibat wanprestasi, bahkan sejak tahun lalu investor mengeluhkan di akun media sosial mereka. Contoh pada November tahun lalu seorang trader, investor saham dan kripto Andy Senjaya, curhat bahwa sembilan instrumen investasinya di Investree telah lewat batas 90 hari jatuh tempo.
Curhatan Andy ikut menyinggung skema asuransi yang ditawarkan Investree kepada setiap lender yang menempatkan dana. Hal yang turut diamini oleh netizen pengikut Andy di media sosial. Menurut dia perjanjian bahwa dana investor terlindungi oleh asuransi tidak sepenuhnya bisa ditepati Investree.
“Ditanya tentang asuransi yang dijanjikan, selalu jawabannya template: “lagi diproses, mohon sabar menunggu”, tapi nggak pernah ada info lebih lanjut tentang hal tersebut,” tulis Andy.
Menanggapai gugatan tersebut, Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK menegaskan tetap menghormati proses hukum yang berlaku. Menurutnya, OJK masih melakukan pemeriksaan.
“Kami sedang periksa Investree,” kata Agusman saat dihubungi Bloomberg Technoz, Senin (29/1/2024). Sayangnya ia tak memberi keterangan lebih lanjut atas cakupan dan target waktu pemeriksaan.
Investree sendiri menjadi fintech P2P lending yang masuk dalam daftar pengawasan otoritas keuangan. Pada 9 Januari lalu OJK menyatakan bahwa perusahaan telah dikenakan sanksi administratif. Meski begitu, belum ada pencabutan izin usaha.
Hingga hari ini, Senin (29/1/2024), TKB90 Investree mencapai 83,56%. Artinya wanprestasi kredit perusahaan yang baru mendapatkan investasi (Seri D) Rp3,6 triliun asal Doha, Qatar, terus membesar di kisaran 16,44%.
(ros/wep)