Bloomberg Technoz, Jakarta - Pernyataan dan langkah-langkah agresif Kim Jong Un, pemimpin Korea Utara (Korut), telah memicu spekulasi tentang niatnya, termasuk kemungkinan persiapan untuk perang.
Kim Jong Un telah mengumumkan bahwa reunifikasi damai dengan Korea Selatan tidak akan terjadi lagi dan telah mengubah konstitusi untuk mendefinisikan Korea Selatan sebagai musuh utama yang tidak dapat diubah.
Melansir Al Jazeera, Senin (29/1/2024), beberapa pengamat menganggap hal ini sebagai terobosan yang signifikan dalam kebijakan reunifikasi antara Korea Utara dan Korea Selatan. Selain itu, Kim Jong Un juga telah melakukan berbagai uji coba senjata, yang termasuk dalam ancaman baru yang dibuat oleh Pyongyang.
Beberapa analis menganggap langkah-langkah Kim Jong Un baru-baru ini berbeda dari provokasi sebelumnya yang dilakukan oleh Korea Utara. Dalam sebuah analisis yang diterbitkan pada Januari, dua analis terkemuka Korea Utara memperingatkan bahwa situasi di Semenanjung Korea saat ini lebih berbahaya daripada sebelum Perang Korea tahun 1950-1953, dan Kim Jong Un telah mengambil keputusan strategis untuk berperang.

Ada juga yang berpendapat bahwa kemungkinan konflik tiba-tiba jauh lebih tinggi karena Kim Jong Un tidak lagi memandang warga Korea Selatan sebagai rekan senegaranya.
Meskipun ada kekhawatiran tentang kemungkinan perang, beberapa ahli memperingatkan bahwa Kim Jong Un mungkin akan menggunakan provokasi tingkat rendah atau serangan terbatas daripada perang langsung. Ada kemungkinan bahwa Kim Jong Un akan terus melakukan uji coba senjata nuklir sebagai sumber keamanan dan alat intimidasi terhadap negara-negara di kawasan, terutama terhadap Korea Selatan.
Keputusan-keputusan Kim Jong Un baru-baru ini dapat dipengaruhi oleh iklim geopolitik saat ini. Mungkin dia melihat bahwa dia kehilangan lebih sedikit daripada mendapatkan keuntungan dengan mengabaikan reunifikasi dan melanjutkan dengan tujuan-agendanya sendiri.
Sebagian besar analisis ini didasarkan pada tindakan dan pernyataan Kim Jong Un, dan para pengamat mencoba untuk mengambil petunjuk tentang niatnya dan apa yang mungkin dia rencanakan selanjutnya.
Bagaimanapun, memprediksi langkah-langkah Kim dengan pasti sangatlah sulit karena Korea Utara adalah salah satu negara paling tertutup di dunia. Namun, kekhawatiran tentang tindakan Kim selanjutnya tetap ada dan terus menjadi topik perbincangan yang hangat di dunia internasional.
Kebijakan Korea Utara terkait reunifikasi dengan Korea Selatan masih ambigu dan memiliki banyak ketidaksepakatan. Banyak ahli berpendapat bahwa Korea Utara masih memiliki pandangan yang kuat terhadap reunifikasi dan menolak untuk meninggalkannya. Penolakan ini dapat dianggap sebagai strategi untuk mencegah serangan militer dari Amerika Serikat dan untuk memengaruhi politik di Korea Selatan.
Korea Utara percaya keamanannya bergantung pada keyakinan bahwa serangan terhadap mereka akan berdampak buruk langsung bagi Seoul, ibu kota Korea Selatan. Namun, keyakinan ini terancam oleh kecurigaan bahwa Korea Utara memiliki tujuan nasionalis dan ingin melakukan unifikasi Korea dengan cara yang tidak damai. Untuk alasan ini, Korea Utara sering kali membuat pernyataan tegas tentang kesiapannya untuk bertindak tanpa batas.

Korea Utara telah mengancam Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang berulang kali dalam beberapa tahun terakhir. Ancamannya termasuk ancaman menggunakan senjata nuklir dan mengakhiri gencatan senjata di Perang Korea.
Namun, media internasional sering kali terlalu fokus pada ancaman ini dan masyarakat umum seringkali melupakan bahwa ancaman semacam ini telah diajukan sebelumnya dan jarang terlaksana.
Para ahli percaya bahwa tidak mungkin bagi Korea Utara untuk memulai perang dengan Korea Selatan karena kemungkinan akan memicu reaksi balasan dari Amerika Serikat. Jika diasumsikan bahwa pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, adalah pemikir rasional, tidak ada alasan untuk percaya bahwa argumen yang pernah ada tentang potensi konflik Korea Selatan tidak relevan lagi.
Bahkan jika Korea Utara mempersiapkan diri untuk serangan semacam itu, hal itu akan membutuhkan waktu yang lama dan tidak akan mengubah komitmen Amerika Serikat untuk membela Korea Selatan.
Secara umum, situasi di Korea Utara masih sulit dipahami karena kurangnya informasi otoritatif. Negara ini tidak memiliki media independen, komunikasi dengan dunia luar dibatasi, dan kritik terhadap pemerintah secara ketat ditindaklanjuti.
Oleh karena itu, banyak spekulasi dan rumor yang berkembang. Namun, para analis percaya bahwa mungkin mereka memahami niat Kim Jong Un. Mereka berpendapat bahwa Kim berusaha untuk menarik perhatian pada dirinya menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat, dan dia ingin bernegosiasi dengan pemerintahan yang dapat mengakui Korea Utara sebagai negara nuklir, seperti yang diharapkan dia di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Keputusan Kim untuk memutuskan kebijakan reunifikasi mungkin juga merupakan upaya untuk membangun legitimasi sebagai pemimpin yang kuat dan memfasilitasi penerus kekuasaannya. Namun, apakah upaya ini akan berhasil, masih harus dilihat.
(ros)