Selain kepatuhan DMO, Bhima juga menyoroti soal distribusi Minyakita yang berpotensi dipermainkan oleh distributor besar sehingga pasokan minyak goreng satu harga itu bisa langka di Kalimantan Utara.
Alasannya, saat ini belum ada kenaikan biaya logistik sehingga seharusnya distribusi dari Minyakita dapat berjalan dengan baik tanpa hambatan.
Bhima juga menyoroti upaya Kemendag yang tengah melakukan evaluasi terhadap harga eceran tertinggi (HET) Minyakita yang saat ini berada pada level Rp14.000 per liter. Menurutnya, evaluasi itu tidak mendasar, apalagi saat ini harga CPO mengalami penurunan dan biaya logistik juga tidak mengalami peningkatan.
“Sangat rawan kalau HET Minyakita naik karena mendorong inflasi pangan, di saat masyarakat masih berhadapan dengan tingginya harga beras dan kebutuhan pangan lain sejak tahun lalu. Khawatir penyesuaian HET Minyakita memicu pelemahan konsumsi rumah tangga lebih lanjut,” pungkas Bhima.
Kementerian Perdagangan sebelumnya mengakui adanya kelangkaan pasokan minyak goreng satu harga, Minyakita, di Kalimantan Utara yang berbatasan dengan wilayah Malaysia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan kelangkaan tersebut disebabkan oleh tingkat realisasi DMO minyak sawit yang masih rendah dan pada akhirnya menyebabkan pasokan Minyakita di Kalimantan Utara lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kebutuhan yang ada.
“Provinsi Kalimantan Utara selama 25 hari ini baru terpasok 40% dari kebutuhan seharusnya sekitar 538 ton,” ujar Isy saat dihubungi Bloomberg Technoz, akhir pekan.
Realisasi DMO yang rendah, kata Isy, terjadi secara nasional. Per 25 Januari 2024, realisasi DMO baru tercapai 155.000 ton atau 52% dari target 300.000 ton.
Sementara itu, rata-rata realisasi DMO setiap bulan pada 2023 juga belum mencapai target, yakni baru mencapai 82% dari target.
(dov/wdh)