Penguatan mata uang Asia pagi ini berlangsung di tengah indeks dolar AS yang masih bergerak menguat ke 103,51 pada pukul 8:55 WIB.
Pelaku pasar sejatinya tengah menghadapi perubahan sentimen pasca dirilisnya berbagai data ekonomi AS. Bila sebelumnya, pasar masih yakin Amerika akan mengalami soft landing, kini situasi itu berubah. "Pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2023 yang lebih kuat dari konsensus disertai penurunan laju inflasi Desember di bawah ekspektasi, membuka kemungkinan skenario baru 'no landing' yang belum diantisipasi pasar sama sekali," jelas Lionel Prayadi, Fixed Income and Macro Strategist Mega Capital Sekuritas.
Pada skenario tersebut, The Fed dapat lebih leluasa menunda pemangkasan suku bunga, sehingga probabilitas pemangkasan suku bunga Fed pada Maret turun jadi 48%. Pemangkasan suku bunga Fed diprediksi baru akan dimulai pada kuartal II-2024, paling cepat bulan Mei dengan peluang 48%, jelas analis dalam catatannya, Senin pagi.
Sebagai respon terhadap perubahan tersebut, yield 10Y UST, surat utang AS, dan Bund, surat utang Jerman, naik masing-masing 2 dan 1 bps menjadi 4,14% dan 2,3%, diikuti kenaikan indeks obligasi EMBI untuk emerging market 0,1%.
"Kami memperkirakan yield 10Y INDOGB dan INDON akan bertahan di rentang masing-masing 6.6-6.7% dan 4.95-5.05% hari ini dengan asumsi tidak ada kejutan baru dari sisi politik terutama mengenai rumor pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sementara rupiah berpeluang melanjutkan konsolidasi di rentang Rp 15.750-15.850/US$," kata Lionel.
(rui)