Organisasi yang telah lama menjadi tumpuan hidup bagi penduduk yang paling rentan di Gaza ini menjadi semakin penting sejak Israel mengirimkan pasukan ke wilayah tersebut untuk mengusir Hamas, yang telah ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Menurut PBB, hal ini menyebabkan lebih dari 2 juta orang semakin bergantung pada makanan, air, dan bantuan medis.
Sejak tuduhan terhadap staf UNRWA dilontarkan minggu lalu, PBB telah berusaha untuk menyeimbangkan antara kemarahan atas tindakan yang dituduhkan dengan kebutuhan untuk memberikan dukungan kemanusiaan.
"Siapa pun yang mengkhianati nilai-nilai dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengkhianati mereka yang kami layani di Gaza, di seluruh wilayah dan di tempat lain di seluruh dunia," kata Direktur Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, dalam sebuah pernyataan pada Jumat.
Sebagian besar dari 30.000 staf UNRWA adalah orang Palestina, dengan 13.000 di antaranya berada di Gaza. AS adalah donatur tunggal terbesar UNRWA, yang telah menyumbangkan lebih dari 296 juta dolar AS kepada badan PBB tersebut pada tahun 2023.
Badan ini telah lama dipandang dengan penuh kecurigaan oleh Israel dan Partai Republik di AS, yang berpendapat bahwa UNRWA hanya menyulut konflik Israel-Palestina dan dana yang disalurkan untuk makanan, pendidikan, dan perawatan kesehatan akan membebaskan Hamas untuk mendanai permusuhan melawan Israel. Argumen tersebut terus berlanjut ketika pasukan Israel di Gaza menemukan lebih banyak bukti terowongan dan pasokan yang terkubur di bawah wilayah tersebut.
Sementara kritik atas peran UNRWA dalam konflik Israel-Palestina semakin meningkat setelah serangan Hamas pada Oktober, badan ini juga telah membayar harga yang mahal dalam pemboman Israel di Gaza, dengan lebih dari 150 stafnya terbunuh dalam perang tersebut.
Terlepas dari tuduhan-tuduhan baru-baru ini, AS mengisyaratkan bahwa mereka terus mendukung badan tersebut. UNRWA memainkan "peran penting dalam memberikan bantuan yang menyelamatkan nyawa bagi warga Palestina, termasuk makanan pokok, obat-obatan, tempat tinggal, dan dukungan kemanusiaan penting lainnya," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, dalam sebuah pernyataan.
(bbn)