Kim tampaknya mentransfer sejumlah besar senjata ke Rusia untuk digunakan oleh Presiden Vladimir Putin dalam perangnya melawan Ukraina. Senjata-senjata tersebut termasuk peluru artileri dan rudal balistik, demikian ungkap AS dan Korea Selatan.
Rusia kemungkinan besar menyediakan teknologi, material, dan komoditas utama untuk Kim yang dapat membantunya memperluas ekonomi dan meningkatkan kekuatan militernya, yang memperkuat cengkeraman kekuasaannya.
Meskipun bantuan tersebut memungkinkan Kim untuk menghindari keterlibatan dengan Barat untuk tahun-tahun mendatang, bantuan tersebut juga mengurangi tekanan pada pemimpin berusia 40 tahun tersebut untuk berjudi dengan langkah-langkah yang lebih drastis, termasuk perang.
Korea Utara dan Rusia telah membantah tuduhan transfer senjata, tapi citra satelit sejak Oktober menunjukkan arus pengiriman yang stabil antara kedua negara tetangga ini yang kemungkinan besar dilakukan di perairan teritorial keduanya untuk menghindari larangan internasional.
Pyongyang menembakkan 30 rudal balistik dan tiga roket luar angkasa pada tahun 2023. Termasuk di dalamnya lima rudal balistik antarbenua yang dapat menghantam daratan Amerika Serikat. Rezim Kim meluncurkan lebih dari 70 rudal balistik tahun lalu, yang merupakan rekor bagi negara tersebut.
Kim telah mengabaikan seruan AS untuk kembali ke perundingan pelucutan nuklir yang telah lama terhenti, di mana Pyongyang dapat memperoleh bantuan ekonomi sebagai imbalan atas pelucutan senjata. Namun, ia sibuk memodernisasi persenjataan rudalnya dan melakukan uji coba sistem untuk menyerang Korea Selatan dan Jepang, yang menjadi tuan rumah bagi sebagian besar personil militer AS di wilayah tersebut.
Korea Utara pada akhir September mengabadikan kebijakannya untuk mengembangkan kekuatan nuklirnya secara eksponensial ke dalam konstitusinya, dengan Kim mengatakan bahwa ia mengambil langkah tersebut untuk melawan ancaman dari AS dan mitranya untuk melumpuhkan ambisi atom Pyongyang dan menghancurkan sistemnya.
(bbn)