Thailand bahkan menurunkan pajak atas minuman beralkohol dan tempat hiburan untuk meningkatkan pariwisata. Seperti diberitakan Business Times, pemerintah Thailand menurunkan pajak untuk tempat-tempat hiburan seperti kelab malam menjadi 5% dari sebelumnya 10%, sementara pajak minuman keras diturunkan dari 10% menjadi 0% hingga 5%.
Daftar Pajak di Sektor Hiburan
Seperti diketahui, pajak hiburan tersebut dibebankan kepada pelanggan. Sedangkan terhadap pihak penyelenggara jasa hiburan juga dikenakan PPh Badan sebesar 22%. Tarif PPh Badan tersebut berlaku untuk seluruh wajib pajak badan, begitu juga dengan pengusaha hiburan.
PPh Badan diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Dalam UU PPh dijelaskan bahwa PPh Badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan.
Sedangkan pajak karyawan, yang dipungut oleh pemberi kerja, disebut dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21). PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan tarif progresif, yaitu tarif pajak yang semakin tinggi seiring dengan semakin besarnya penghasilan.
Mengenai penjualan minuman yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), jasa hiburan tertentu seperti yang dikategorikan dalam UU HKPD, juga menjadi objek yang dikenakan PPn.
PPn merupakan pajak yang dikenakan atas setiap penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan disetorkan kepada negara.
Adapun, besaran PPn yang dikenakan kepada jasa hiburan tertentu sebesar 11%, PPn tersebut dibebankan kepada pelanggan dari jasa hiburan dan harus disetorkan kepada negara.
Sebelumnya, Hotman Paris bersama Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Haryadi Sukamdani dan beberapa pengusaha hiburan menemui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan di kantor Kemenko Marves, Jumat (26/1/2024).
Dalam pertemuan tersebut, Haryadi mengatakan Luhut akan membantu para pengusaha sektor hiburan untuk berkomunikasi dengan kepala daerah agar menerbitkan insentif fiskal. Hal ini untuk mengkompensasi tingginya tarif pajak hiburan.
Selain itu, ia mengatakan para pengusaha masih menemukan banyak kepala daerah yang belum mengeluarkan insentif fiskal, meskipun sudah diatur dalam Pasal 101 Undang Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Beleid bahkan sudah dipertegas dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri) Nomor 900.1.13.1/403/SJ.
(azr/del)