Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Geologi tengah fokus untuk mencari cadangan baru untuk nikel.
“Usahanya apa? Mencari cadangan baru dan sebagainya. Itu dilakukan oleh Badan Geologi. Ada prediksi-prediksi, nanti tanya ke Badan Geologi, prediksi sekarang limonite berapa, saprolite berapa mereka punya itu,” ujar Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana saat ditemui di kantornya, Jumat (26/1/2024).
Agus mengatakan, proses untuk mencari cadangan baru memakan waktu yang panjang. Kendati demikian, proses penambangan nikel bisa dilakukan dengan cepat bila cadangan baru telah ditemukan. Hal ini menjadi keunggulan Indonesia dibandingkan negara lain.
“Nikel kita ya, nikel yang kulit bumi lah istilahnya, di laterit. Kenapa orang berburu ke Indonesia? Karena ketika mengeruk langsung dapat,” ujarnya.
Dengan demikian, setidaknya terdapat dua rute yang ditempuh oleh perusahaan asing bila ingin berinvestasi ke penghiliran nikel Indonesia, yakni melalui smelter berbasis high pressure acid leach (HPAL) dan rotary kiln electric furnace (RKEF).
“Jadi satu ke limonite, ya untuk ke HPAL, yang satu yang saprolite-nya juga bisa dipindahkan juga menjadi ke RKEF dahulu nanti masuk sebagai nikel sulfat, ya akhirnya ke nickel nitrate segala macam,” ujarnya.
Ketika ditanya soal upaya mengatasi kelebihan pasokan (oversupply) nikel dari Indonesia, menurut Agus, pembatasan pembangunan smelter kelas 2 harus segera dilakukan.
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merespons soal tudingan rontoknya harga nikel yang disebabkan oleh oversuplai dari Indonesia, sebagai salah satu negara yang kini tengah jorjoran menghasilkan produk hilir komoditas mineral logam tersebut.
Deputi Bidang Promosi dan Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan mengatakan anjloknya harga pasar nikel global disebabkan oleh 'taktik' negara-negara Eropa yang ingin turut andil dalam rantai pasok nikel dunia, tetapi tak mempunyai sumber daya komoditas itu secara signifikan.
"Misal, mereka sebenarnya punya minyak, tetapi kemudian dia ambil dahulu minyaknya secara maksimal, dia beli minyaknya ke Timur Tengah, dia simpan di negara dia untuk kemudian mengontrol. Dia enggak menghasilkan secara dominan, tetapi begitu market-nya dia ingin harganya dibikin turun, ya dia suplainya tuh [timbunan] cadangan dia," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (23/1/2024).
(dov/wdh)