Eddy juga tidak khawatir potensi kenaikan produksi CPO Malaysia tahun ini akan menekan harga komoditas andalan ekspor nonmigas itu. Menurut estimasi Gapki, reraya harga CPO tahun ini akan mencapai sekitar US$1.000/ton.
Dia pun mengatakan harga CPO tahun ini cukup memperoleh sentimen positif dari pembebasan bea masuk oleh India –importir terbesar minyak nabati– hingga Maret 2025, di tengah upaya Negeri Bollywood menjaga inflasi sebelum pemilu.
“India sekarang sebagai importir terbesar kedua minyak sawit dari Indonesia sekitar 5 juta-an ton. Apabila ada pembebasan bea masuk akan lebih menguntungkan Indonesia. Artinya, ada kemungkinan ekspor bisa naik ke India,” tutur Eddy.
Untuk diketahui, produksi CPO Malaysia, pemasok terbesar kedua dunia, berpeluang naik 5% tahun ini setelah pemerintah mengizinkan perkebunan mempekerjakan pekerja asing, kata Joseph Tek, kepala eksekutif Asosiasi Minyak Sawit Malaysia.
Masuknya pekerja baru berpotensi menghasilkan tambahan 5,2 juta ton tandan buah segar (TBS) yang dapat dipanen, kata kelompok petani terkemuka itu dalam sebuah pernyataan. Itu berarti akan ada tambahan 1 juta ton minyak sawit mentah, kata Tek.
Tonase tambahan tersebut juga akan menghasilkan pendapatan hampir 4 miliar ringgit (US$845 juta) bagi Malaysia, memberikan “bantuan yang signifikan” bagi industri ini, yang sedang bergulat dengan kekurangan 40.000 pekerja, kata kelompok itu.
Kabar tersebut menekan harga minyak sawit berjangka di perdagangan Kuala Lumpur.
Pemerintah Malaysia telah berupaya mengurangi ketergantungan terhadap tenaga kerja asing murah di banyak industri termasuk manufaktur, konstruksi dan perkebunan, dan berupaya mengatur proses penerimaan untuk mencegah permasalahan seperti kerja paksa, eksploitasi pekerja, dan perdagangan manusia.
Pada Maret tahun lalu, negara tersebut menghentikan sementara proses permohonan dan persetujuan bagi pekerja asing berdasarkan sistem kuota untuk mempercepat masuknya pekerja yang sudah disetujui.
Industri minyak sawit Malaysia sangat bergantung pada tenaga kerja asing. Kekurangan pekerja yang kronis mengakibatkan hilangnya pendapatan yang diperkirakan mencapai 20 miliar ringgit pada 2022 dan terus menghambat pertumbuhan output pada tahun lalu.
Produksi minyak sawit di Malaysia berjumlah 18,55 juta ton pada 2023, dan awal bulan ini Dewan Minyak Sawit, yang mengatur industri ini, memperkirakan produksi sebesar 18,75 juta ton untuk tahun ini. Jumlah tersebut kurang dari separuh pasokan dari produsen utama Indonesia, yang produksinya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Asosiasi ini mewakili lebih dari 40% wilayah perkebunan kelapa sawit di Malaysia. Anggotanya mencakup beberapa perusahaan perkebunan terkemuka seperti Sime Darby Plantation Bhd, Kuala Lumpur Kepong Bhd, IOI Corp dan FGV Holdings Bhd.
Minyak sawit berjangka di Kuala Lumpur naik sebanyak 0,9% menjadi 3.985 ringgit per ton pada Rabu (24/1/2024), sebelum memangkas kenaikan menjadi 3.955 ringgit pada tengah hari.
Perkiraan output yang lebih tinggi membatasi reli, kata Gnanasekar Thiagarajan, kepala strategi perdagangan dan lindung nilai di Kaleesuwari Intercontinental. Langkah untuk memperbolehkan lebih banyak pekerja asing “menambah kesengsaraan pasokan,” katanya.
Namun, harga CPO naik pada perdagangan kemarin. CPO memang sedang menikmati fase bullish. Kamis (25/1/2024), harga CPO di Bursa Malaysia ditutup di 3.994 ringgit per ton. Naik 1,17% dari hari sebelumnya dan menjadi yang tertinggi sejak 16 November.
Dalam sepekan terakhir, harga CPO melesat 4,69% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, harga melonjak 6,14%.
(dov/wdh)