Bloomberg Technoz, Jakarta – Keputusan India memperpanjang pembebasan bea masuk untuk minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan derivatifnya hingga 2025 dinilai sebagai angin segar bagi harga komoditas andalan ekspor nonmigas Indonesia.
Kepala Center of Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan kebijakan tersebut diharapkan menjadi sentimen yang dapat mengerek harga CPO tahun ini.
“Kita lihat beberapa keran impor dari India mulai dibuka dan untuk Pakistan diharapkan juga tetap dibuka. Kita lihat juga ada kenaikan permintaan dari India, yang dalam hal ini menjadi penggerak harga CPO kita,” ujarnya, dihubungi Jumat (26/1/2024).
Bagaimanapun, dia menilai Indonesia perlu mewaspadai tantangan dari sisi produksi sejalan dengan gangguan iklim yang kemungkinan masih berlanjut tahun ini. Jika produksi CPO RI turun, komoditas minyak nabati rival sawit lainnya justru akan memperoleh momentum.

Terlebih, jelas Andry, isu gangguan produksi akibat kemarau berkepanjangan relatif tidak dialami oleh minyak nabati lainnya termasuk minyak kedelai, biji bunga matahari, dan biji rapa.
“Tentu kita harapkan kenaikan [harga CPO] bisa sustain sampai ke akhir tahun dan tentunya kita harapkan tidak ada krisis geopolitik yang terlalu besar tahun ini. Kestabilan ini yang memang kita harapkan,” tuturnya.
Harga CPO naik pada perdagangan kemarin. CPO memang sedang menikmati fase bullish. Pada Kamis (25/1/2024), harga CPO di Bursa Malaysia ditutup di MYR 3.994/ton, naik 1,17% dari hari sebelumnya dan menjadi yang tertinggi sejak 16 November.
Dalam sepekan terakhir, harga CPO melesat 4,69% secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, harga melonjak 6,14%.

India Jaga Inflasi
Sebelumnya, India – selaku importir minyak nabati terbesar di dunia – mengizinkan para importir untuk membeli CPO, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari dengan bea masuk rendah selama satu tahun lagi. Ini merupakan upaya untuk menjaga inflasi sebelum pemilu.
Pedagang dan pengolah minyak nabati akan mendapatkan keuntungan dari pajak impor dasar nol hingga akhir Maret 2025, menurut pemberitahuan Kementerian Keuangan. Namun, mereka masih membayar pungutan lain, seperti bea pertanian dan kesejahteraan sosial, yang dikenakan di atas tarif dasar.
Langkah ini dapat membantu pemerintah mengendalikan inflasi ritel, yang mencapai level tertinggi dalam empat bulan pada Desember 2023, dibandingkan dengan tahun sebelumnya karena harga komoditas pertanian yang lebih mahal.
Inflasi pangan, yang menyumbang sekitar setengah dari keranjang harga konsumen, naik menjadi 9,53% dari 8,7% pada November.
“Meskipun pemerintah bertujuan untuk menjaga stabilitas harga, kebijakan jangka panjangnya memiliki dampak buruk pada petani minyak sayur lokal,” kata B.V. Mehta, direktur eksekutif Solvent Extractors’ Association of India. Tekanan terhadap harga secara efektif membuat petani enggan menanam lebih banyak, katanya.
Bea masuk dasar atas minyak sawit, kedelai, dan bunga matahari olahan akan tetap sebesar 12,5% pada periode yang sama, kata pemberitahuan tersebut.
Meningkatnya harga pangan dapat merugikan pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi sebelum pemilu yang dijadwalkan pada paruh pertama 2024.
Pemerintahannya telah membatasi ekspor berbagai macam produk, termasuk bawang, gandum, beras dan gula, dalam upaya untuk mendinginkan biaya. Pemerintah berencana untuk melanjutkan pembatasan untuk saat ini, kata Menteri Pangan Piyush Goyal pada hari Sabtu.
“Karena tahun pemilu, pemerintah tidak mau mengambil risiko,” kata Gnanasekar Thiagarajan, kepala strategi perdagangan dan lindung nilai di Kaleesuwari Intercontinental di Mumbai. Ia ingin mengendalikan inflasi dalam negeri, katanya dikutip Bloomberg.
(dov/wdh)