"Kalau akhirnya menjadi polemik, pasti karena UU Pemilunya yang lemah, tak mengatur secara tegas soal larangan kampanye bagi Presiden yang bukan inkumben," kata dia.
Toh, menurut Lucius, saat Jokowi sudah berani mengatakan niat akan ikut kampanye dan berpihak pada salah satu pasangan calon, ada efek yang bisa mengikuti. Salah satunya potensi presiden dan pemerintah akan mengerahkan kekuatan negara untuk kepentingan politik tersebut.
Pernyataan Jokowi saat bersama Menteri Pertahanan dan Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto di Bandara Halim Perdanakusuma memang menuai polemik. Sejumlah pihak melontarkan kritik meski selama ini Jokowi pun diduga sudah memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto dan putera sulungnya Gibran Rakabuming Raka di Pemilu 2024.
Pasal 281 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 memang mengatur bahwa presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota boleh terlibat dalam kampanye peserta pemilu dengan sejumlah syarat;
1. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Menjalani cuti di luar tanggungan negara, dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan pemerintahan daerah.
Demikian pula pada Pasal 299 yang berbunyi; Pejabat negara yang merupakan kader partai politik (parpol) diizinkan untuk berkampanye. Pejabat negara non-parpol juga bisa berkampanye selama didaftarkan sebagai anggota tim kampanye ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
(prc/frg)