Secara setahun penuh (full year), ekonomi AS tumbuh 2,5% pada 2023. Lebih tinggi ketimbang 2022 yang naik 1,9%.
Namun para analis berpandangan bahwa perlambatan ekonomi pada kuartal IV-2023 menunjukkan kenaikan permintaan mulai mereda. Artinya, proses disinflasi kian terlihat.
“Ekonomi terlihat lebih ‘panas’ dari perkiraan. Namun pada saat yang sama, tekanan inflasi mulai reda, sehingga akan berpengaruh terhadap arah suku bunga,” kata Bart Melek, Head of Commodity Strategies di TD Securities, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Kedua adalah rilis data ketenagakerjaan. Klaim tunjangan pengangguran AS pada pekan yang berakhir 20 Januari tercatat 214.000. Naik 25.000 dibandingkan pekan sebelumnya dan berada di atas konsensus pasar dengan perkiraan 200.000.
Selain perkembangan inflasi, bank sentral AS Federal Reserve juga menjadikan situasi pasar tenaga kerja sebagai dasar dalam menentukan kebijakan suku bunga. Saat pasar tenaga kerja mulai melemah, maka ada harapan kebijakan moneter akan dilonggarkan.
“Data klaim tunjangan pengangguran menunjukkan pasar tenaga kerja tergerus. Ini membantu menopang harga emas,” kata Phillip Streble, Chief Market Strategist di Blue Line Futures, juga dikutip dari Bloomberg News.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas sejatinya masih bearish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 46,96. RSI di bawah 50 menunjukkan suatu aset sedang dalam posisi bearish.
Sementara indikator Stochastic RSI berada di 37,07. Belum oversold, sehingga masih ada risiko tekanan jual.
Target support terdekat ada di US$ 2.010/ons. Penembusan di titik ini bisa membuat harga meluncur turun ke kisaran US$ 2.005-1.997/ons.
Sedangkan target resisten terdekat adalah US$ 2,024/ons. Jika tertembus, maka harga emas masih bisa naik lagi ke US$ 2.028/ons.
(aji)