Lalu di Thailand, rasio utang pemerintah terhadap PDB pada akhir 2021 adalah 59,61%. Tahun ini, Trading Economics memperkirakan ada penurunan ke 59%.
Rasio utang terhadap PDB di Filipina pun lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Pada 2021, angkanya ada di 60,4%, dan tahun ini diperkirakan turun ke 54%.
Dari total utang pemerintah Indonesia, mayoritas berupa SBN yaitu mencapai 88,53%. Hanya 11,47% yang berbentuk pinjaman.
Dari SBN sendiri, penerbitan di dalam negeri mendominasi yaitu mencapai 70,75%. Sementara dalam denominasi valas hanya sedikit di bawah 30%.
“Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri. Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga,” lanjut laporan APBN Kita.
Sedangkan kepemilikan SBN oleh investor asing bergerak turun. Pada akhir 2022 hanya 14,36% padahal 2019 masih 38,57%.
“Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup,” tulis dokumen APBN Kita.
Akan tetapi, kepemilikan asing terhadap obligasi pemerintah di Indonesia masih relatif tinggi. Lebih tinggi ketimbang China, Jepang, Thailand, Korea Selatan, Vietnam, hingga Filipina.
Jadi meski risiko pembalikan modal (capital reversal) sudah berkurang, tetapi bukan berarti hilang sama sekali. Pasar keuangan Indonesia masih menghadapi risiko tekanan jika investor asing berbalik arah akibat dinamika perekonomian global.
“Pemerintah akan terus mewaspadai berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing seperti pengetatan likuiditas global dan dinamika kebijakan moneter negara maju,” tulis laporan APBN Kita.
(aji/bbn)