“Misalnya katakanlah Indonesia memberikan pembatasan bahan baku dan bahan modal. Apakah ketika menterinya turun barang ini hilang, kan tidak. Itukan ada regulasinya, ada Permennya,” lanjut Nurul.
Selanjutnya, saat ditanya mengenai performa investasi pada tahun politik, Nurul menanggapi bahwa sejauh ini masih belum terlihat apakah akan ada dampaknya atau tidak. Hal itu baru bisa terlihat setelah kontestasi pemilihan presiden selesai.
“Kalau ditanya berdampak atau tidak berdampak kan terjadi dulu ya, tapi saya berharap itu tidak berdampak,” katanya.
Terlebih, Presiden Jokowi masih menjabat hingga akhir Oktober mendatang, sehingga sampai saat ini masih belum ada dampak yang dirasakan pada investasi. Namun, ia memiliki kekhawatiran lain pada tahun politik ini. Menurut dia, hal yang jauh lebih mengkhawatirkan adalah respons dari pelaku usaha, masyarakat, hingga partai politik ketika pemerintahan baru sudah terbentuk.
“Nanti ketika sudah ada pemimpin yang baru, dan seberapa legowo Masyarakat termasuk juga partai politik menerima kekalahannya jika kalah dan tidak mengutak-atik pemerintah yang telah terpilih secara legal dan secara justified, itu yang sebenarnya bagi kami khawatir, karena bisa mengoutak-atik dari pemerintahan yang sedang berjalan,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan, apabila terjadi kegaduhan sosial, maka iklim investasi akan terdampak. Hal ini dikarenakan pasar melihat kegaduhan tersebut sebagai gejolak sosial, dan jika hal itu terjadi tidak hanya investasi yang terdampak, tapi perekonomian juga bisa terdampak.
“Karena dianggap ini tetap ada gejolak sosial, gejolak sosial itu mungkin bisa terjadi yang sama dengan demonstrasi dan segala macam, itu tidak boleh terjadi. Jika itu terjadi, resikonya terhadap ekonomi dan investasi khususnya akan sangat besar,” pungkasnya.
(azr/lav)