Lantas, apa itu Food Estate?
Dikutip dari situs jejaring Sekretariat Kabinet, program Food Estate merupakan program pemerintah yang memiliki konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan. Program kebijakan ini masuk dalam salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020—2024.
Saat ini, Food Estate di Indonesia yang dikerjakan pemerintah berada di Humbang Hasundutan seluas 418,29 hektare, Temanggung dan Wonosobo seluas 907 hektare, Provinsi Kalimantan Tengah seluas 165 ribu hektare yang dibagi menjadi 4 Blok (Blok A, Blok B, Blok C dan Blok D).
Selain itu, terdapat Food Estate di Kabupaten Sumba Tengah dengan luas 10.000 hektare, terdiri dari 5.400 hektare kawasan persawahan, dan 4.600 hektare lahan pertanian kering untuk pengembangan tanaman jagung dan peternakan serta di Kabupaten Keerom dengan target luas sekitar 10.000 hektare untuk penanaman jagung di tempat tersebut.
Anggaran Food Estate
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah menggelontorkan anggaran ketahanan pangan sebesar Rp114,3 triliun. Pengembangan kawasan Food Estate menjadi salah satu kebijakan pembangunan bidang ketahanan pangan pada 2024. Kendati demikian, tidak dijelaskan secara lengkap berapa anggaran khusus pengembangan Food Estate.
Jokowi Tunjuk Prabowo sebagai Koordinator Food Estate
Presiden Joko Widodo mengatakan rencana pengembangan kawasan Food Estate di Kalimantan Tengah yang merupakan kerja sama antara Kementerian Pertahanan, Kementerian Pekerja, Kementerian Pertanian, Kementerian LHK dan Kementerian BUMN.
Pada Juli 2020, Jokowi menunjuk Menhan Prabowo Subianto sebagai koordinator dalam rencana pembangunan dan pengembangan kawasan Food Estate dalam upaya memperkuat ketahanan pangan nasional yang merupakan bagian dari kedaulatan negara.
Jenis Komoditas di Food Estate
Dilansir melalui situs jejaring Indonesia Baik, jenis komoditas yang akan dikembangkan di Food Estate bukan hanya padi. Terdapat juga beberapa komoditas lain, seperti jeruk, bawang merah, dan kelapa. Pemerintah juga akan melakukan budidaya hewan seperti ikan dan itik.
Di lain sisi, Kementerian Pertanian mengatakan, Food Estate di Keerom bakal mengembangkan komoditas jagung, tanaman kelapa dan pinang. Sementara itu, ternak yang dikembangkan yaitu babi, kambing, domba.
Jumlah Produksi dalam Food Estate
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengeklaim lahan Food Estate yang berlokasi di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah telah berhasil membuah hasil. Keberhasilan itu ditandai dengan adanya hasil ubinan panen jagung yang diklaim mencapai 6,5 ton per hektare.
Selain itu, Food Estate di Kalimantan Tengah berhasil panen jagung seluas 10 hektare dan singkong seluas 3 hektare. Kemudian, Food Estate di Sumba Tengah dan Kabupaten Keerom telah mampu panen raya jagung seluas 500 hektare.
Food Estate Dinilai Proyek Gagal
Laporan terbaru Greenpeace berjudul Food Estate: Menanam Kehancuran Menuai Krisis Iklim menyoroti bagaimana salah satu PSN pemerintah ini telah mengeksploitasi hutan dan lahan gambut yang sangat luas sehingga mengancam wilayah adat dan keanekaragaman hayati penting di Indonesia.
Di seluruh wilayah yang direncanakan untuk Food Estate, diperkirakan sekitar 3 juta hektare hutan berpotensi hilang jika proyek ini dilanjutkan.
“Perkebunan singkong di Gunung Mas ini hanya salah satu dari sejumlah wilayah yang dikonversi menjadi area pertanian skala besar oleh pemerintah melalui program Food Estate. Sistem monokultur ini tak hanya gagal menghasilkan singkong yang dijanjikan, tetapi juga meminggirkan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal. Ada cara yang lebih baik dengan pertanian ekologis dan agroforestri tradisional, sehingga kita mempunyai solusi untuk krisis pangan sekaligus krisis iklim,” Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Senior Greenpeace Indonesia.
Terpisah, Ekonom pertanian dari Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian skeptis soal klaim dari Kementerian Pertanian yang mengatakan bahwa program Food Estate berhasil dalam memacu panen komoditas hortikultura.
Dia berpendapat bila Food Estate memang mampu mendongkrak produksi hortikultura, Indonesia tidak akan melakukan impor. Eliza mengutip data dari Trademap yang menunjukkan impor komoditas bawang-bawangan Indonesia justru meningkat.
Data dari Trademap mengungkap impor bawang bombay dan bawang merah Indonesia menembus 178.197 ton pada 2022, naik dari impor sebanyak 115.148 ton pada 2021.
“Jika Food Estate komoditas hortikultura itu signifikan berhasil meningkatkan produksi, mungkin impor hortikultura Indonesia tidak akan terus meningkat. Sebab, kenaikan permintaan komoditas hortikultura dapat terpenuhi dari dalam negeri. Namun, kalau melihat data, impor komoditas bawang justru meningkat,” ujar Eliza saat dihubungi, Selasa (23/1/2024).
(dov/wdh)