"Rupiah memang paling melemah kemarin dibanding mata uang peers, ada sedikit pengaruh dari perkembangan kondisi politik di dalam negeri," jelas Edi Sucianto, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, pada Bloomberg Technoz, Kamis pagi (25/1/2024).
Nanti malam, pasar global menanti rilis data pertumbuhan ekonomi AS yang diperkirakan melambat pada kuartal akhir 2023 di angka 2,%, dari tadinya 4,9%.
Sebelumnya, data yang dirilis semalam menunjukkan aktivitas bisnis pada Januari berada di fase tercepat dalam tujuh bulan terakhir dengan S&P Global Composite Index berada di 52,3, melampaui ekspektasi pasar. PMI manufaktur AS bangkit ke fase ekspansi di 50,3 setelah bulan lalu di 47,9. Begitu juga PMI sektor jasa yang turut menguat.
Data itu memantik aksi jual di pasar surat utang di mana yield Treasury semua tenor naik, UST-10 tahun kini ada di 4,18%, naik 6 basis poin. Indeks harga obligasi di pasar emerging market juga ditutup melemah 0,28%. Perekonomian AS yang masih kuat dicemaskan akan memicu inflasi lebih tinggi dan menutup peluang penurunan bunga The Fed.
Keyakinan pasar akan dimulainya pivot bunga The Fed pada Maret semakin mengecil tinggal 40%, bergeser pada Mei nanti dengan probabilitas naik hingga 53,2%. Senin pekan depan The Fed akan menggelar rapat Komite Terbuka yang diprediksi masih akan mempertahankan bunga di 5,5%.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan tren pelemahan dengan target kontraksi terdekat menuju Rp15.740-Rp15.770/US$ yang makin menjauhi MA-50. Level support terkuat selanjutnya berpotensi tertahan di Rp15.800/US$.
Melihat tren jangka pendek, rupiah terpantau membentuk tren lower low, membentuk trendline channel di antara Rp15.680/US$, tercermin dari time frame daily, menggaris chart dalam tren satu tahun ke belakang.
Apabila rupiah memberikan indikasi penguatan, resistance terdekat dapat menuju Rp15.650/US$, sementara kisaran gerak rupiah dalam tren menguat ada di antara Rp15.640-Rp15.610/US$.
(rui)