Pada Januari, skor Purchasing Managers’ Index (PMI) Composite Output ada di 52,3. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yakni 50,9 sekaligus menjadi yang tertinggi sejak Juni tahun lalu..
PMI Composite Output menggabungkan antara aktivitas bisnis di sektor jasa dan manufaktur. Angka di atas 50 menunjukkan dunia usaha sedang dalam fase ekspansi, bukan kontraksi.
Perkembangan ini memberi sinyal bahwa perekonomian Negeri Paman Sam masih solid. Artinya, tekanan inflasi masih akan terjadi sehingga menyulitkan bank sentral Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat.
“Kondisi ekonomi terkini masih jauh dari yang biasanya terjadi saat suku bunga diturunkan,” ujar John Lynch, Chief Investment Officer di Comerica Wealth Management, dalam laporannya.
Padahal, emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Tidak ada bunga atau kupon yang didapat secara rutin ketika memiliki emas.
Potensi keuntungan hanya datang kala penjualan. Oleh karena itu, memegang emas menjadi kurang menguntungkan dalam iklim suku bunga tinggi.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas memang masih bearish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 45,46. RSI di bawah 50 menunjukkan suatu aset sedang dalam posisi bearish.
Sementara indikator Stochastic RSI menunjukkan angka 30,5. Masih belum jenuh jual (oversold), sehingga risiko tekanan jual cukup terbuka.
Kini harga emas sudah menyentuh support US$ 2.016/ons. Penembusan di titik ini bisa membuka koreksi lanjutan ke kisaran US$ 2.005-2002/ons.
Sedangkan target resisten terdekat adalah US$ 2.032/ons. Jika tertembus, maka ada kemungkinan harga naik ke rentang US$ 2.039-2.048/ons.
(aji)