Secara teknis, proyek tersebut tidak layak dan tidak memenuhi ketentuan karena sama sekali tidak dilakukan Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan, serta tanpa adanya penetapan trase jalur Kereta Api oleh Menteri Perhubungan.
"Akibat perbuatan Tersangka FG bersama Tersangka lainnya, besar kemungkinan proyek tersebut tidak dapat digunakan," jelas Ketut.
Terkait besaran kerugian negara, Ketut menyebut Tim penyidik masih dalam tahap perhitungan, sembari berkoordinasi secara intensif dengan pihak terkait. Namun tidak menutup kemungkinan proyek ini dikategorikan sebagai total loss karena tidak dapat digunakan sama sekali.
Atas perbuatannya, FG didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelum FG menjadi tersangka ke-tujuh, Kejagung juga telah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api ini.
Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi dalam konferensi pers, Jumat (19/1/2024), dalam kasus ini, pihaknya pihaknya secara total telah memeriksa sebanyak 48 orang saksi. Setelah ditelusuri, keenam tersangka itu diduga mengkondisikan proyek dalam fase pelelangan.
Keenam tersangka ini adalah NSS selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); ASP sebagai mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan; HH dan RMY selaku Pejabat Pembuat Komitmen; RMY sebagau Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi pada 2017 dan; AG selaku direktur dari swasta sebagai konsultan.
(prc/lav)