Dengan demikian, lanjutnya, produksi dari Food Estate dinilai tidak signifikan untuk meningkatkan produksi. Pemerintah, padahal, telah menggelontorkan dana yang besar dalam pengembangan food estate.
Isu pengembangan Food Estate menjadi pesan yang mencuat dalam rencana pemerintah di bidang pangan pada 2024. Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo saat menyampaikan alokasi anggaran ketahanan pangan senilai Rp108,8 triliun untuk tahun ini.
"Pengembangan kawasan Food Estate, serta penguatan cadangan pangan nasional," ujar Jokowi saat membacakan Nota Keuangan RAPBN 2024 di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/8/2023)
Menurut Eliza, pengembangan Food Estate tidak cukup hanya dengan menumbuhkan bibit, melainkan harus mampu meningkatkan produksi dalam negeri.
Dia pun skeptis dengan rencana pengembangan Food Estate lantaran pemerintah dinilai belum cukup memberikan kepastian pasar kepada petani untuk bisa meningkatkan produksi dalam negeri.
“Dengan adanya kepastian pasar, petani akan menanam dengan sendirinya. Pemerintah tidak perlu menggelontorkan dana begitu besar,” ujarnya.
Contoh Gagal
Terakhir, Eliza juga menyoroti soal perubahan komoditas yang ditanam di Food estate Gunung Mas di Kalimantan Tengah yang beralih dari singkong ke jagung. Menurutnya, perubahan itu menunjukkan upaya pemerintah dalam menutupi kegagalan food estate.
“Jika kasus Food Estate Kalimantan Tengah yang Gunung Mas itu berhasil karena ditanami jagung, tetapi itu awalnya ditujukkan untuk menanam singkong. Namun, gagal sehingga ditanami jagung. Itu kan gagal artinya, hanya saja untuk menutupi kegagalan ditanamlah jagung,” pungkas Eliza.
Sebagai informasi, isu pangan khususnya pengembangan food estate menjadi sorotan dalam debat calon wakil presiden pada Minggu (21/1/2024).
Sehari setelahnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengeluarkan pernyataan bahwa Food Estate yang sedang dikerjakan di beberapa daerah telah berjalan baik dan sesuai target.
“Food Estate ini bukan proyek instan, butuh proses. Kenyataannya kita memiliki 10 juta hektare yang sebelumnya tidak dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Kami sekarang menggarap itu, butuh proses, butuh teknologi agar menjadi lahan produktif,” jelas Amran dalam siaran pers, kemarin.
Sebagai contoh, kata Amran, saat ini Food Estate di Temanggung dan Wonosobo seluas 907 hektar telah berhasil panen komoditas hortikultura, dan Kalimantan Tengah berhasil melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan hingga mampu panen padi dengan produktivitas 5 ton per hektare.
Begitu pula di Sumba Tengah NTT dan Kabupaten Keerom Papua yang telah mampu panen jagung seluas 500 hektare.
“Food Estate tersebut sudah berhasil panen. Food Estate Gunung Mas juga sudah panen jagung seluas 10 hektare dan singkong seluas 3 hektare. Kita pantau terus lahan tersebut,” jelas Amran.
Amran mengatakan, sektor pertanian akan selalu menjadi bantalan ekonomi nasional dan mampu menekan inflasi. Sektor ini pernah mencatat mampu menurunkan inflasi hingga 1,26% pada 2017, sehingga Badan Pangan Dunia (FAO) memberikan apresiasi, dan bahkan keberhasilan swasembada beras mendapatkan apresiasi yang sangat baik.
Indonesia, kata Amran, sudah menghentikan impor bawang merah sejak 2016, bahkan pada 2017 Indonesia ekspor bawang merah ke enam negara, salah satunya Thailand. Begitu pula swasembada beras telah mampu dicapai pada 2018, 2019, dan 2020. Komoditas jagung, telur dan ayam juga swasembada pada 2018.
“Saya ingin mengingatkan bahwa pertanian itu bukan hanya untuk jadi bahan diskusi, namun pertanian itu harus dikerjakan. Turun ke lapangan, dan itu yang kami lakukan di Kementan,” tutup Amran.
(dov/wdh)