Dalam 11 bulan pertama 2023, neraca nikel surplus 212.500 metrik ton. Melonjak 164,96% dibandingkan periode yang sama pada 2022.
Sementara Bank Dunia dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi Oktober 2023 menyebut harga nikel diperkirakan anjlok 10% pada 2024. Melanjutkan koreksi yang terjadi tahun lalu.
“Harga nikel jatuh 9% pada kuartal III-2023 dibandingkan kuartal sebelumnya karena perlambatan permintaan baterai di China dan kuatnya pasokan, terutama dari Indonesia (yang berkontribusi lebih dari 50% terhadap pasokan dunia). Pada saat yang sama, perkembangan teknologi membuat banyak perusahaan yang beralih ke baterai Lithium Iron Phosphate (LFP) yang tidak membutuhkan nikel. Harga nikel diperkirakan turun 10% pada 2024 seiring produksi di Indonesia dan Filipina terus tumbuh,” papar laporan tersebut.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), nikel memang masih bearish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 40,15. RSI di bawah 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bearish.
Sedangkan indikator Stochastic RSI berada di 20,91. Ini memberi konfirmasi bearish, dan bahkan belum masuk area jenuh jual (oversold).
Dalam waktu dekat, ada harapan harga nikel bisa mencetak technical rebound mengingat koreksi yang sudah cukup dalam. Target resisten terdekat ada di US$ 16.012/ton. Jika tertembus, maka US$ 16.160/ton akan menjadi resisten selanjutnya.
Sementara target support terdekat adalah US$ 15.733/ton. Penembusan di titik ini bisa membuat harga nikel turun lagi ke US$ 15.524/ton.
(aji)