Bloomberg Technoz, Jakarta - Israel menyatakan mereka tidak mendukung kemerdekaan Palestina. Hal ini lantas membuat Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres geram.
Dalam unggahan di X, Guterres menyatakan bahwa penolakan Israel atas kemerdekaan Palestina yang tercantum dalam solusi dua negara adalah "tak bisa diterima."
Dalam twitnya di X, Minggu (21/1/2024), Guterres menyatakan, "penolakan untuk menerima solusi dua negara untuk Israel dan Palestina, dan penolakan terhadap hak atas kemerdekaan bangsa Palestina adalah hal yang tidak bisa diterima."
"Hak bangsa Palestina untuk membangun negaranya sendiri harus diakui oleh semua orang," tegasnya.
The refusal to accept the two-state solution for Israelis and Palestinians, and the denial of the right to statehood for the Palestinian people, are unacceptable.
— António Guterres (@antonioguterres) January 21, 2024
The right of the Palestinian people to build their own state must be recognized by all.
Hal ini disampaikan oleh Guterres setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan tegas menolak kedaulatan Palestina pada Sabtu (20/1/2024).
Netanyahu menyatakan bahwa kedaulatan Palestina untuk menguasai Tepi Barat tidak sejalan dengan kebutuhan Israel untuk memiliki "kontrol keamanan atas semua wilayah di sebelah barat Sungai Yordan."
Saat berbicara melalui telepon dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Jumat (19/1/2024), dia juga menyatakan penolakan yang sama.
Netanyahu menegaskan dalam percakapan pertama mereka dalam satu bulan terakhir bahwa Israel harus mempertahankan kontrol keamanan atas Gaza dan memastikan bahwa Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel.
Sejak melancarkan agresi ke Jalur Gaza, Netanyahu berulang kali bersumpah bakal menumpas habis kelompok Hamas dan ingin mengontrol Gaza untuk menjaga keamanan di kawasan itu.
Ini dilakukan untuk mencegah kelompok Hamas muncul kembali, yang selama ini menjadi kekhawatiran utama Israel di Palestina. Israel terus menyerang Gaza tanpa henti. Hingga saat ini, lebih dari 25 ribu orang meninggal dunia.
Sejak awal Oktober, serangan Israel di Gaza telah menjadi konflik paling lama, paling berdarah, dan paling merusak di antara kedua wilayah tersebut.
Masyarakat sipil Gaza masih menghadapi krisis kemanusiaan yang serius karena kelaparan dan kekurangan air bersih dan layanan kesehatan.
(ros/lav)