Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Citra Nusantara Gemilang Tbk (CGAS) yang jatuh 24,7%, PT NFC Indonesia Tbk (NFCX) ambruk 20,4%, dan PT Pulau Subur Tbk (PTPS) anjlok 14,3%.
Indeks saham utama Asia lainnya ikut menguat. Nikkei 225 (Tokyo), Topix (Jepang), PSEI (Filipina), TW Weighted Index (Taiwan), KLCI (Malaysia), dan indeks Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam) yang berhasil menguat dan menghijau dengan masing-masing 1,62%, 1,39%, 1,23%, 0,76%, 0,32%, dan 0,12%.
Di sisi berseberangan, Shenzhen Comp. (China), Shanghai Composite (China), Hang Seng (Hong Kong), SETI (Thailand), SENSEX (India), KOSPI (Korea Selatan), dan Straits Times (Singapura), terpangkas masing-masing, 4,47%, 2,68%, 2,27%, 0,91%, 0,36%, 0,34%, dan 0,1%.
Bursa Saham China terus melanjutkan tren turun dan merosot menuju level terendahnya sejak 2020, imbas absennya stimulus ekonomi dan langkah-langkah jitu dari negara tersebut. Amblesnya sejumlah saham-saham China berseberangan jauh dengan reli di Wall Street yang berhasil mencetak rekor terbaiknya.
Kejatuhan indeks China terjadi di tengah sejumlah bank komersial China mempertahankan tingkat suku bunga pinjaman acuan mereka, langkah yang mengikuti keputusan baru-baru ini oleh Bank Sentral untuk mempertahankan biaya pinjaman yang ketat membuat investor kecewa yang berharap pada stimulus yang lebih agresif.
Data pada pekan lalu menunjukkan hasil yang beragam untuk negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini, sementara harga rumah dan pengeluaran terkait properti mengecewakan. Sebuah ukuran perubahan harga secara luas mencatat penurunan kuartalan terpanjang sejak tahun 1999.
“Harga dan valuasi yang rendah saat ini pada saham-saham China tidak cukup untuk mendorong investor kembali masuk ke pasar,” kata Vasu Menon, Direktur Manajemen Strategi Investasi di Oversea-Chinese Banking Corp. di Singapura.
Tren Bearish tersebut berlawanan dengan apa yang terjadi di Wall Street, saham-saham AS pekan kemarin menutup hari dengan catatan yang amat positif, dengan keberhasilan mencapai rekor intraday tertinggi sepanjang masa (All Time High/ATH) di tengah spekulasi Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mulai menurunkan suku bunga acuannya di tahun ini, yang kelak akan memperkuat prospek kinerja perusahaan-perusahaan AS.
“Setelah penantian lebih dari dua tahun, pasar saham mencapai rekor tertinggi baru,” kata Greg McBride dari Bankrate, seperti yang diwartakan Bloomberg News, Senin (22/1/2024).
“Meredakan tekanan inflasi dan prospek penurunan suku bunga serta melemahnya perekonomian telah memicu minat investor terhadap risiko,” tambahnya.
(fad)