Ambles dalamnya sektoral indeks saham China tak hanya terjadi hari ini, adapun saham-saham perusahaan China yang terdaftar di Hong Kong telah kehilangan sekitar 13% sejauh ini.
Sejumlah faktor telah mendorong penurunan tajam sejak awal tahun 2024, mulai dari tekanan yang datang dari pasar perumahan hingga tekanan deflasi yang sulit diatasi, serta ketidaksetujuan Beijing untuk memanfaatkan banyak langkah-langkah moneter dan fiskal yang agresif untuk memulihkan pertumbuhan.
Data pada pekan lalu menunjukkan hasil yang beragam untuk negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini, sementara harga rumah dan pengeluaran terkait properti mengecewakan. Sebuah ukuran perubahan harga secara luas mencatat penurunan kuartalan terpanjang sejak tahun 1999.
“Harga dan valuasi yang rendah saat ini pada saham-saham China tidak cukup untuk mendorong investor kembali masuk ke pasar,” kata Vasu Menon, Direktur Manajemen Strategi Investasi di Oversea-Chinese Banking Corp. di Singapura.
"Kami curiga bahwa mereka akan memberikan lebih banyak stimulus, tetapi pertanyaannya adalah, apakah itu akan cukup besar untuk menenangkan pasar," ujarnya mengenai para pembuat kebijakan China belum lama ini.
Tren Bearish tersebut berlawanan dengan apa yang terjadi di Wall Street, saham-saham AS pekan kemarin menutup hari dengan catatan yang amat positif, dengan keberhasilan mencapai rekor intraday tertinggi sepanjang masa (All Time High/ATH) di tengah spekulasi Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mulai menurunkan suku bunga acuannya di tahun ini, yang kelak akan memperkuat prospek kinerja perusahaan-perusahaan AS.
Reli lainnya di kelompok paling berpengaruh di S&P 500, yakni sektor teknologi, menempatkan indeks ini pada jalur yang tepat untuk menjadi indeks terakhir dari tiga indeks ekuitas utama AS yang ditutup pada level tertinggi sepanjang masa. Dipicu oleh ekspektasi ledakan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) akan terus mendorong pasar lebih tinggi, indeks acuan tersebut mencapai angka 4.800 pada Jumat.
“Setelah penantian lebih dari dua tahun, pasar saham mencapai rekor tertinggi baru,” kata Greg McBride dari Bankrate, seperti yang diwartakan Bloomberg News, Senin (22/1/2024).
“Meredakan tekanan inflasi dan prospek penurunan suku bunga serta melemahnya perekonomian telah memicu minat investor terhadap risiko,” tambahnya.
Di samping itu, tingkat volatilitas obligasi AS atau US Treasury yang terus melemah menjadi pertanda baik bagi pengambilan risiko. Sentimen yang ikut mengangkat adalah berbagai laporan data ekonomi yang dipandang oleh banyak orang sebagai suatu yang 'ramah terhadap The Fed', menunjukkan perpaduan antara kepercayaan konsumen yang tinggi dan ekspektasi inflasi yang lebih rendah.
“Secara keseluruhan, ini merupakan data yang menggembirakan dari sudut pandang The Fed,” kata Ian Lyngen dari BMO Capital Markets.
(fad/aji)