Dalam kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung I Gusti Agung Rai Suryawijaya, menjelaskan bahwa isu kenaikan pajak hiburan ini sudah menjadi isu Internasional, ia juga khawatir isu tersebut akan berdampak ke perekonomian Bali.
“Ini merupakan isu internasional sudah, tour operator, seller kita sudah menanyakan hal itu. Kami hanya khawatir wisatawannya berkurang ke Bali, nanti perekonomian Bali akan collapse lagi seperti dulu. Karena 60% Bali ini sangat bergantung pada sektor pariwisata, itu yang terjadi pada ekonomi kita.” jelasnya.
Ia menilai, aturan kenaikan pajak hiburan tertentu sebesar 40%-75% tersebut dapat mematikan usaha hiburan di Bali. Dikarenakan terdapat sekitar 1,2 juta penduduk Bali bekerja di sektor pariwisata dan sub sektor pariwisata.
“Terus terang 4,5 juta penduduk Bali, jadi 1,2 juta-nya bekerja di sektor pariwisata dan sub sektor pariwisata, ini harus hati-hati,” pungkasnya.
Terakhir, ia juga memberikan informasi mengenai hasil pertemuan dengan Menko Airlangga. Menurutnya, saat ini pelaku usaha akan membayar tagihan pajak sesuai dengan tagihan lama, sambil menunggu proses Judicial Review yang berjalan di Mahkamah Konstitusi.
“Ini juga info untuk pelaku jasa hiburan seluruhnya, pembayaran pajak jasa hiburan sesuai tarif yg lama. Sampai menunggu MK, asosiasi SPA sudah jalan, kalau yang lain sedang menunggu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, hingga penyanyi dangdut sekaligus pemilik karaoke Inul Vizta Inul Daratista, mendatangi kantor Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Senin (22/1/2024).
Berdasarkan pantauan BloombergTechnoz, Hotman Paris telah memasuki gedung Kemenko Perekonomian dan langsung disambut oleh Menko Airlangga Hartarto sekitar pukul 10.00 WIB. Selain itu, Inul Daratista juga terpantau datang ke kantor Airlangga sekitar pukul 10.42 WIB. Agenda pertemuan tersebut diketahui akan dimulai pukul 11.00 WIB secara tertutup.
Sebagai informasi, dalam UU HKPD pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) ini meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10%. Sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35%.
Sementara itu, khusus PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Sebelumnya, dengan UU 28/ 2009 paling tinggi hanya 75%, tanpa pembatasan minimum, sehingga bisa di bawah 40%.
(azr/spt)