Para demonstran marah besar dengan harga BBM yang sangat tinggi, terutama harga diesel yang meningkat sekitar 20% dalam setahun terakhir menjadi rata-rata Rp26.000 per liter. Presiden Prancis Emmanuel Macron kemudian mengumumkan rencana kenaikan pajak bahan bakar lagi, yang mulai efektif pada 1 Januari 2019. Dia beralasan hal ini diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim dan melindungi lingkungan.
Awalnya protes dilakukan oleh warga kota kecil dan pedesaan Prancis, namun momentumnya cepat membesar yang menjadi gerakan lebih luas untuk menentang Macron. Kala itu, presiden Prancis tersebut dianggap tidak peduli dengan masyarakat berpenghasilan rendah dan lebih menguntungkan elit perkotaan. Lebih dari 300.000 orang dikatakan turun dalam unjuk rasa tersebut.
Dampak Ekonomi Demo Rompi Kuning
Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire kala itu mengatakan demonstrasi telah memukul telak perekonomian negara. Dikutip dari France 24, Le Maire menyebut sejumlah sektor mengalami penurunan pendapatan antara 15% hingga 50% dalam demonstrasi pertama yang terjadi selama 3 pekan, tanpa memberikan rincian yang jelas.
"Dampaknya parah dan berkelanjutan," kata Le Maire. Dia menekankan dampak ekonomi dirasakan secara nasional.
Roland Heguy, dari federasi pariwisata CAT, mengatakan kepada AFP bahwa demo rompi kuning kala itu telah "menghancurkan" citra Prancis.
Vinci Autoroute, operator jalan tol terbesar di Prancis, mengatakan telah mengalami puluhan blokade jalan dan pembukaan paksa penghalang sejak protes meletus. Para pengunjuk rasa juga telah merusak infrastruktur.
Perusahaan minyak Prancis, Total, mengatakan 75 dari 2.200 SPBU miliknya kala itu telah kehabisan bahan bakar karena para demonstran memblokade depot BBM. Sementara Federasi angkutan truk mengatakan menderita kerugian operasional hingga 400 juta euro karena pemblokiran jalan raya hingga SPBU.
(del)