Logo Bloomberg Technoz

Mengukur Dampak Bila BI Bersikukuh Tahan Bunga Acuan

Ruisa Khoiriyah
09 March 2023 15:35

Gubernur BI Perry Warjiyo (Sumber: Bloomberg)
Gubernur BI Perry Warjiyo (Sumber: Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Tekanan semakin menguat bagi Bank Indonesia (BI) untuk mengubah stance kebijakan moneter menyusul makin terangnya sinyalemen The Federal Reserves bakal mengerek bunga lebih tinggi. Pelaku pasar global telah memasukkan ekspektasi kenaikan bunga acuan The Fed hingga 100 bps dalam 4 rapat FOMC ke depan.

Bila itu terjadi dan BI tetap berkukuh menahan bunga, maka posisi bunga acuan domestik akan setara dengan Fed Fund Rate di posisi 5,75%. 

Bank sentral dalam pernyataan terakhir memiliki kepercayaan diri dengan memberi sinyal bahwa 5,75% posisi BI7DRR saat ini adalah sudah memadai untuk menjangkar inflasi agar sesuai target dan memastikan stabilitas rupiah terjaga. Dua hal itu menjadi mandat utama BI.

Namun, keyakinan ini lahir ketika BI memperkirakan puncak suku bunga acuan AS ada di 5,25%. Padahal kini pelaku pasar memperkirakan puncak suku bunga atau terminal rate lebih tinggi, bisa mencapai 5,75%.

Pertama, laju inflasi sesuai ekspektasi. Pada Februari lalu, inflasi memang sedikit naik di posisi 5,47% dari Januari sebesar 5,28%, lebih banyak karena siklus musiman. Namun, dengan laju inflasi inti yang lebih rendah dari prediksi di posisi 3,09% memberi penguatan bagi bank sentral bahwa kebijakan moneter saat ini sudah on the track. Bank sentral menargetkan inflasi inti berada dalam kisaran 3,0±1% pada semester I 2023 dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada semester II 2023.