Pajak Hiburan Mahal, Pemda Bisa Beri Insentif Fiskal ke Pengusaha
Lavinda
20 January 2024 17:30
Bloomberg Technoz, Jakarta - Pelaku usaha sektor pariwisata dan hiburan mengeluhkan tarif pajak hiburan yang menjulang di kisaran 40%-75%. Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan peraturan memberi ruang kebijakan bagi kepala daerah untuk menggelontorkan insentif fiskal di tengah tarif pajak hiburan yang tinggi.
Sebelumnya, pemerintah dan DPR telah menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Beleid ini mengatur Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang dipungut oleh kabupaten/ kota, dan khusus DKI Jakarta dipungut oleh provinsi.
PBJT ini meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif paling tinggi 10%. Sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif paling tinggi 35%. Sementara itu, khusus PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dikenakan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Sebelumnya, dengan UU 28/ 2009 paling tinggi hanya 75%, tanpa pembatasan minimum, sehingga bisa di bawah 40%.
"Pada Pasal 101 UU HKPD telah memberikan ruang kebijakan untuk pemberian insentif fiskal guna mendukung kemudahan berinvestasi, berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya," ujar Airlangga dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/1/2024).
Dia menjelaskan insentif fiskal ini dapat diberikan oleh kepala daerah dengan pertimbangan antara lain, untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultra mikro, dan mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional.