“The Fed sangat konsisten dalam hal ‘kalau inflasi terus tinggi, maka suku bunga juga lebih tinggi’,” kata Kara Murphy dari Kestra Investment Management.
Perdagangan di pasar obligasi juga berlangsung fluktuatif. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun masih berada di atas 5%, tertinggi sejak 2007.
Yield surat utang tenor pendek masih lebih tinggi ketimbang yang tenor panjang, kondisi yang disebut inversi. Ini kerap menjadi indikator akan terjadi resesi.
Terlalu Berharap
James Demmert dari Main Street Research mengatakan, pelaku pasar akhirnya sadar bahwa suku bunga tinggi akan bertahan cukup lama. Pemikiran bahwa The Fed akan berbalik arah dalam waktu dekat adalah sesuatu yang terlalu berharap,
“The Fed mungkin akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. Pada saat yang sama, dampak kenaikan suku bunga akan membuat ekonomi melambat. Kombinasi antara pelemahan ekonomi dan kenaikan suku bunga tentu akan menyebabkan resesi,” tegasnya.
Memasuki 2023, ekonomi AS terbukti masih sehat. Konsumsi masyarakat tetap kuat dan aktivitas manufaktur stabil, menurut Beige Book terbitan The Fed.
Namun, prospek ke depan agak kurang optimistis. “Di tengah tingginya ketidakpastian, responden tidak berpikir kondisi ekonomi akan membaik signifikan dalam bulan-bulan ke depan,” tulis Beige Book edisi terbaru.
Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin menyatakan bank sentral perlu melanjutkan kenaikan suku bunga. “Kami sudah melihat kemajuan. Namun dengan (suku bunga acuan) 5,5%, inflasi masih jauh di atas target 2%. Sudah jelas kami masih punya tugas yang harus diselesaikan,” tuturnya.
Ekonom Citigroup memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) dalam rapat bulan ini, demikian pula Goldman Sachs Inc. Mereka memperkirakan puncak suku bunga (terminal rate) ada di kisaran 5,5-5,75%.
Selain itu, Wall Street juga akan memantau laporan keuangan emiten. Konsensus pasar memperkirakan laba per saham (earnings per share) emiten di S&P 500 akan berada di US$ 220 tahun ini. Turun dibandingkan 2022 yang US$ 222. RBS Markets mencatat, proyeksi EPS 2023 sudah diturunkan 12% sejak Juni 2022.
“Estimasi analis sudah turun cukup banyak. Jika itu pun tidak terwujud, maka kita akan kembali melihat revisi ke bawah,” kata Ncholas Colas, Co-founder Data Trek Research dalam risetnya.
(bbn)