"Garam tersebut lalu diambil dan terdapat sisa – sisa air yang tidak mengkristal menjadi garam. Air tersebut yang diambil untuk dianalisis litium," tutur Wafid.
Kadar litium yang tinggi tersebut menjadi rekomendasi untuk penyelidikan tahap selanjutnya, yakni eksplorasi dengan studi geofisika dan hidrogeologinya.
Sekretaris Badan Geologi Rita Susilawati berharap pada tahun depan hasil penyelidikan awal itu dapat menemui kepastian agar segera bisa direkomendasikan menjadi wilayah usaha izin pertambangan (WIUP).
"Harapannya di 2025 hasilnya sudah lebih konklusif, sehingga pemanfaatannya bisa sesuai lelang mineral logam yang aturannya berlaku," ujar dia.
Penemuan itu diklaim berpotensi menjanjikan, sejalan dengan tren transisi energi. Pasalnya, kedua mineral tersebut sangat dibutuhkan dalam bahan baku kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) dan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT).
Boron sendiri merupakan komponen penting hydrogen fuel cells yang merupakan energi alternative untuk kendaraan listrik, boron juga bahan baku dari neodymium-iron-boron (NdFeB) magnet, dan bahan baku untuk Pyrex, sebuah bahan baku alat rumah tangga berkualitas.
ESDM mengeklaim, permintaan boron pada 2022 lalu meningkat 30%, dan akan berpotensi naik seiring dengan permintaan EV dan industri EBT di tahun-tahun mendatang.
(ibn/frg)