1. Apa yang sedang dilakukan?
Badan pengambil keputusan tertinggi China, Politbiro Partai Komunis, memutuskan pada 2021 untuk mengizinkan semua pasangan memiliki tiga orang anak. Keputusan ini dibuat lima tahun setelah mengubah kebijakan satu anak agar perempuan dapat memiliki dua orang anak.
Perubahan untuk mengizinkan dua orang anak dalam satu keluarga awalnya berhasil. Jumlah bayi yang lahir pada 2016 adalah 179 juta, melonjak lebih dari 1 juta dari tahun sebelumnya. Akan tetapi, angka kelahiran turun setiap tahun setelah itu, menjadi 9,02 juta pada 2023, yang terendah sejak berdirinya Republik Rakyat China pada 1949.
Beberapa daerah mulai menawarkan insentif kepada pasangan untuk memiliki anak, mulai dari memperpanjang cuti orang tua hingga menawarkan subsidi dan menyediakan biaya pinjaman untuk anak.
2. Seberapa besar populasi China menurun?
Menurut data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional, penurunan angka kelahiran dan peningkatan kematian mengakibatkan berkurangnya lebih dari 2 juta warga China pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun 2022. Penurunan ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2022, ketika populasi China menyusut untuk pertama kalinya sejak 1961, tahun terakhir dari Kelaparan Besar di bawah pemimpin sebelumnya Mao Zedong.
Jumlah kematian pada tahun 2023 naik menjadi 11,1 juta, hampir 700.000 lebih banyak dari tahun sebelumnya. Biro tidak merinci kematian berdasarkan penyebab, tetapi kematian terkait Covid kemungkinan berkontribusi pada peningkatan setelah pihak berwenang tiba-tiba mengakhiri pembatasan pandemi yang ketat pada Desember 2022, yang menyebabkan ledakan infeksi.
Pada tahun 2023, proporsi penduduk usia kerja — mereka yang berusia 15 hingga 59 tahun — hanya di atas 61%, turun dari lebih dari 70% satu dekade sebelumnya. Tingkat kesuburan, atau rata-rata jumlah kelahiran seumur hidup per wanita, turun menjadi 1,3 pada tahun 2020, jauh di bawah 2,1 yang dibutuhkan untuk populasi yang stabil, tidak termasuk migrasi. Selain itu, tampaknya telah terjadi peningkatan migrasi keluar dari warga China dalam beberapa tahun terakhir, yang juga akan menurunkan populasi.
3. Apa dampaknya?
Jika penurunan jumlah penduduk usia kerja menyebabkan penurunan jumlah orang yang benar-benar bekerja, hal itu dapat meningkatkan biaya tenaga kerja di China, menambah harga barang-barang manufaktur. Dengan lebih sedikit orang yang membangun keluarga, kemungkinan besar permintaan rumah juga akan terpukul dalam jangka panjang. Hal ini akan berdampak pada permintaan komoditas seperti bijih besi.
Pemerintah mungkin juga kesulitan membayar sistem pensiun nasional yang kekurangan dana. Semua itu dapat mengurangi potensi pertumbuhan jangka panjang ekonomi kecuali kebijakan pemerintah untuk mendorong kelahiran anak menjadi efektif.
Ada kemungkinan efek riak di luar negeri. Misalnya, lebih sedikit anak dapat mengurangi jumlah siswa China yang mencari pendidikan di AS, Australia, dan tempat lain. Penurunan ini akan sulit untuk diubah, meskipun pemerintah mengakhiri kebijakan satu anak.
Preferensi tradisional terhadap anak laki-laki menyebabkan beberapa keluarga China menggugurkan janin perempuan; mengakibatkan lebih banyak bayi laki-laki daripada perempuan di beberapa provinsi. Rasio jenis kelamin untuk kelahiran telah stabil di sekitar 105 dalam beberapa tahun terakhir, tetapi salah satu akibatnya sekarang adalah lebih sedikit jumlah wanita usia subur.
4. Dari mana asal kebijakan satu anak?
Setelah pembentukan Republik Rakyat China dan berakhirnya perang saudara, pemerintah melatih puluhan ribu "barefoot doctors" (masyarakat umum yang dilatih dalam jangka waktu singkat untuk dapat melakukan tugas dokter) guna membawa layanan kesehatan ke daerah miskin dan pedesaan.
Tingkat kematian turun drastis dan tingkat pertumbuhan penduduk meningkat dari 16 per seribu pada tahun 1949 menjadi 25 per seribu hanya lima tahun kemudian. Hal ini mendorong upaya pertama untuk mendorong keluarga berencana pada tahun 1953.
Namun, total populasi berkembang menjadi lebih dari 800 juta pada akhir 1960-an. Pada tahun 1970-an, China menghadapi kekurangan pangan dan perumahan. Pada tahun 1979, pemimpinnya, Deng Xiaoping, memutuskan untuk membatasi sebagian besar pasangan hanya memiliki satu anak. (Ada pengecualian untuk petani pedesaan, etnis minoritas, dan situasi tertentu, seperti ketika anak pertama cacat.)
Untuk menegakkan kebijakan tersebut, menurut Human Rights Watch, wanita didorong untuk melakukan aborsi. Anak-anak yang lahir di luar rencana negara tidak diizinkan memiliki hukou – pendaftaran pemerintah yang diperlukan untuk mengakses beberapa manfaat.
5. Apa saja solusi yang memungkinkan?
Perubahan pada usia pensiun mungkin dapat mengatasi beberapa masalah. Negara ini telah mempertahankan usia 60 tahun untuk pria dan 55 tahun untuk pekerja kerah putih wanita selama lebih dari empat dekade, bahkan ketika usia harapan hidup telah meningkat.
Ada diskusi lagi tentang menaikkan usia tersebut, tetapi seperti di negara lain, langkah seperti itu akan sangat tidak populer dan ada reaksi keras ketika hal itu dipertimbangkan satu dekade yang lalu. Masalah waktu dan keuangan membuat banyak pasangan merasa mereka hanya mampu memiliki satu anak - jika ada.
Pemerintah pusat telah mencoba untuk meringankan beban tersebut, misalnya dengan menghapus industri bimbingan belajar setelah sekolah untuk menurunkan biaya pendidikan. Pemerintah juga mengeluarkan pedoman untuk mengurangi aborsi sambil memberikan lebih banyak dukungan kepada perempuan untuk membesarkan anak.
Namun, jika pengalaman negara-negara maju seperti Jepang atau Korea Selatan dapat menjadi panduan, sangat sulit, bahkan tidak mungkin, untuk meningkatkan angka kelahiran secara radikal. Bahkan dengan langkah-langkah seperti subsidi, penitipan anak gratis, dan tunjangan cuti orang tua yang murah hati.
(bbn)