"Belum berani, buat jalan jauh bakal waswas pastinya. Saya sering soalnya dapat order kirim barang sampai Bekasi, Tangerang, hingga Depok. Kalau pakai motor listrik rasanya enggak mungkin deh," katanya ketika ditemui oleh Bloomberg Technoz di Stasiun Sudirman, Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Selain itu, alasan lain yang membuat Deni enggan beralih adalah penolakan dari konsumen. Dia sering mendengar cerita rekan sejawatnya pengguna sepeda motor listrik ditolak oleh calon penumpang.
"Beberapa teman yang sudah pakai motor listrik sewaan ditolak [calon] penumpang. Alasannya sebenarnya masuk akal, [calon penumpang] ingin cepat. [Sepeda] motor listrik kan jalannya pelan banget 20—30 km/jam palingan. Ada juga yang enggak kuat nanjak," tuturnya.
Walaupun demikian, bukan berarti Deni sama sekali enggan menggunakan sepeda motor listrik. Setelah adanya bantuan dari pemerintah, dia berencana membeli sepeda motor listrik untuk digunakan istrinya mengantar jemput anak.
"Kalau buat antar atau jemput anak, belanja, atau jalan dekat-dekat saja masih oke. Harganya kalau disubsidi bakal turun banyak. Lebih murah dari [sepeda] motor matic paling murah. Asalkan bisa kredit boleh sih," tuturnya.
Pengemudi ojek daring lainnya, Ahmad Marzuki (35), sejak Desember 2022 memutuskan menggunakan sepeda motor listrik. Sepeda motor tersebut dia sewa seharga Rp50.000 per hari, dengan minimal waktu penyewaan 30 hari. Itu belum termasuk biaya penukaran baterai.
Untuk setiap penukaran baterai, dia harus membayar lagi Rp8.000. Penukaran dapat dilakukan di beberapa titik, termasuk gerai-gerai ritel modern yang sudah bekerja sama dengan platform ojek daring.
Ahmad mengaku dirinya menggunakan sepeda motor listrik lantaran tidak sengaja. Sepeda motor yang biasanya dia pakai untuk mencari penumpang atau mengantarkan barang terpaksa dikirimkan kembali ke kampung halamannya di Pamekasan, Madura karena akan digunakan keluarganya.
"Enggak ada niat mencoba, tetapi terpaksa. Daripada enggak ada kerjaan. [Biaya] sewanya juga enggak mahal jadi berani saya," katanya ketika ditemui Bloomberg Technoz di kawasan Setiabudi, Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Ahmad belum pernah mengalami kendala teknis selama menggunakan sepeda motor listrik. Namun, dia sering mendapatkan penolakan dari calon penumpang setelah mereka tahu Ahmad menggunakan sepeda motor listrik.
"Udah dapat, tahu-tahu di-cancel. Udah biasa dan kita maklum. Soalnya, jalannya yang punya saya ini pelan. Kadang kan orang juga mau terburu-buru," ujarnya.
Untuk menyiasati hal tersebut, saat jam pulang maupun berangkat kerja Ahmad memilih untuk bergeser ke kawasan permukiman. Harapannya agar dia mendapatkan pesanan pengiriman makanan, alih-alih mengantar penumpang yang biasanya dikejar waktu.
Selain itu, dia sebisa mungkin menghindari rute yang melewati jalan layang atau terdapat tanjakan cukup curam ketika membonceng penumpang. Tidak lupa, dia selalu memastikan baterai sepeda motor terisi paling tidak separuh sebelum nantinya ditukarkan.
Lantas, bagaimana perbandingannya dengan sepeda motor konvensional yang sebelumnya digunakan Ahmad? Dia menyebut penggunaan sepeda motor listrik jauh lebih hemat. Dia tak perlu mengeluarkan uang untuk mengganti oli rutin dan membeli bahan bakar minyak (BBM) yang harganya mengalami kenaikan Oktober 2022 lalu.
"Sejauh ini masih bisa dibilang irit pengeluaran. Cuma ya pergerakan kita jadi terbatas nggak kaya waktu dulu pakai [sepeda motor] biasa. Tetapi masih oke sih. Pintar-pintarnya kita saja," tuturnya.
Tiga Tantangan
Terpisah, Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Igun Wicaksono mengatakan setidaknya ada tiga hal yang membuat banyak pengemudi ojek daring enggan beralih ke sepeda motor listrik.
Pertama, adalah minimnya SPKLU dan SPBKLU. Lokasi tempat pengisian atau penukaran baterai belum tersebar luas, bahkan di kota-kota besar.
"Kalau sepeda motor biasa mau isi BBM tinggal ke SPBU [Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum] yang setiap kecamatan ada. Kalau sepeda motor listrik ini SPKLU atau SPBKLU-nya terbatas," katanya kepada Bloomberg Technoz melalui sambungan telepon, Rabu (8/3/2023).
Kedua, ketersediaan suku cadang dan bengkel perbaikan. Hingga saat ini, jumlah bengkel yang mampu melakukan perbaikan dan menjual suku cadang sepeda motor listrik sangat terbatas.
Ketiga, sepeda motor listrik untuk mobilitas yang sangat tinggi dan mengangkut beban berat masih diragukan durabilitasnya. Hal ini juga yang membuat calon penumpang terkadang menolak apabila pengemudi ojek daring yang dipesannya menggunakan sepeda motor listrik.
"Kemampuan sepeda motor listrik ini belum sekuat sepeda motor konvensional. Untuk mobilitas tinggi, membawa penumpang berboncengan, mengangkut barang-barang ini sering dikeluhkan," ungkapnya.
Walaupun demikian, Igun menyatakan bahwa pihaknya menyambut baik pemberian bantuan pembelian sepeda motor listrik oleh pemerintah. Dia meyakini makin banyak pengemudi ojek daring yang beralih apabila bantuan tersebut diiringi juga oleh penyelesaian persoalan yang dia sebutkan di atas.
"Ojek online ini sudah mendominasi juga di jalanan. Dukungan dari pemerintah lewat subsidi ini tentu saja bagus. Tetapi harus ada perbaikan infrastruktur dan pendukung lainnya," pungkasnya.
(rez/wdh)